Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 1021
Bab 1021 Diam Diam
“Abang Feng, kamu pasti tidak tahu, walaupun berita kematianmu adalah kudengar dari ibuku sendiri, walaupun mereka telah mendirikan batu nisan untukmu, aku sama sekali tidak percaya kamu telah meninggalkan aku.”
Ada orang berkata dia menipu diri sendiri, ada orang berkata dia sudah kehilangan kesadaran, apa saja juga dibicarakan orang, mulut tumbuh diatas badan orang lain, Jane tidak bisa memperdulikannya.
Namun tidak perduli orang ini berkata apa, Jane begitu yakin percaya abang Feng sungguh tidak rela meninggalkannya pergi ke dunia yang lain.
Tidak lama setelah dia berterus terang padanya, mereka baru saja menjalin cinta, perahu cinta kecil mereka masih belum dimulai, Tuhan kenapa begitu kejam merebut dia dari sisinya.
“Abang Feng, tapi????”
Sekali lagi, memanggil “Abang Feng” tiga kata ini, Jane menekan kalimat yang tak terucapkan, memercikkan dengan air mata dan air keringat.
Dia tidak percaya dia telah meninggalkan dunia ini, tapi kesuciannya justru telah jelas-jelas direnggut oleh lelaki yang bernama Sebastian itu.
Walaupun nanti, abang Feng masih bisa kembali, bagaimana dia ada muka pergi bertemu dengannya?
Jane yang suci ibarat giok yang ada didalam hatinya sudah tidak ada lagi, sekarang dia hanyalah seorang gadis yang telah dilecehkan oleh orang.
Bicara sampai akhirnya juga menyalahkan dirinya sendiri, dia tidak mengenali dirinya sendiri, dia selalu merasa dirinya sangat kuat, dapat menjaga setiap orang yang ada disisinya dengan baik, namun pada akhirnya baru menyadari, dia hanyalah seseorang lemah yang bahkan tidak bisa melindungi diri sendiri.
Jane mengusap air matanya, menghisap-hisap hidungnya: “Abang Feng, kamu beritahulah padaku, aku harus bagaimana?”
Namun tidak perduli bagaimana dia bertanya, tetap tidak ada orang yang menjawabnya, yang menjawabnya, hanyalah burung robin yang berkicau tiada henti diatas pohon.
????
Matahari yang terik tergantung ditengah langit, panasnya yang membara seperti ingin memanggang semua makhluk hidup yang ada diatas bumi ini barulah bagus.
Karena cuaca begitu panasnya, dan juga tepat siang sepuluh menit, didalam tanah kuburan yang besar sama sekali tidak terlihat beberapa bayangan orang.
Namun tidak begitu jauh dari batu nisan berwarna tempat Jane berada, masih ada seseorang, ada seorang lelaki tampan yang memakai kemeja berwarna hitam.
Dia berdiri di posisi yang tidak jauh dari Jane, kedua pandangan jatuh pada wajah Jane, mengamati perubahan setiap detail ekspresi wajahnya.
Melihat dia menangis, melihat dia mengeluarkan air mata????Kedua tangan disamping badannya menahan jadi kepalan tangan, menahan dan menahan, menahan sampai urat muncul dikeningnya.
“Pantas mati!” Api emosi didalam hatinya sedang naik membara, tidak pernah menyangka dirinya bisa kehilangan kontrol dan memaksa memiliki seorang wanita yang tidak dicintainya.
Tidak lama kemudian, Panji berlari kemari dari jalan kecil, berkata mengingatkan dengan suara kecil: “Tuan, cuaca sangat panas, kamu berdiri disini sudah satu jam lebih, jika berdiri lebih lama lagi pasti akan pingsan kepanasan.”
Mendengar kalimat peringatan ini, Sebastian sedikit terganggu, dan berkata sekenanya: “Segera bawa dia pulang, tidak boleh membiarkan dia tinggal lebih lama lagi.”
“Dia” yang terucap dari mulut Sebastian adalah siapa, Panji pasti tahu, mengangguk-anggukan kepala: “Bawahan akan pergi meminta nona Ji pulang.”
????
“Nona Ji, waktu keluar rumah sudah sampai, silahkan ikut aku pulang denganku.” Panji datang ke belakang badan Jane, berusaha dengan sopan berbicara dengan Jane, namun isi didalam ucapan ini, tidak perduli bagaimana dia berbicara, orang yang mendengar tidak akan merasa nyaman.
Jane memalingkan kepala, memandangi dia dari atas kebawah dari kiri kekanan lalu melihat-lihat: “Kamu siapa? Kenapa kamu ada disini?”
Panji ada sedikit terkejut, namun tugas yang diberikan oleh tuan tidak bisa tidak diselesaikan: “Nona Ji, namaku Panji, tuan yang membiarkan aku mengikuti kamu. Cuaca ini sangat panas, silahkan kamu ikut pulang denganku.”
Jane berkata lagi: “Kenapa? Masih menganggap aku adalah tersangka? Aku berjalan sampai kemana kalian juga terus mengikuti aku seperti mengikuti tersangka?”
Panji menjelaskan: “Nona Ji, kami bagaimana mungkin memandangmu sebagai tersangka, sebenarnya tuan keluarga kami hanya mengkhawatirkan kamu. Dia juga????”
“Ikut kesini”—– Beberapa huruf ini masih belum terucap dari mulut, Panji memalingkan kepala melihat ke posisi Sebastian berdiri tadi, disana sama sekali tidak orang lagi.
Tuan sudah pergi, dia berkata banyak lagi, juga tidak ada hasil apa-apa, Panji juga tidak ingin menjelaskan lebih banyak lagi, bukankah ada pepatah berkata menjelaskan adalah menutupi.
“Mengkhawatirkan aku?” Jane tertawa-tawa, didalam suara tawanya ada ejekan yang tak terucapkan, “Orang seperti dia yang sakit mental sangat jarang mengkhawatirkan nona ini.”
Panji terkejut dan mengaruk kepalanya, tidak tahu harus berkata apa selanjutnya, tidak menjawab juga tidak sopan, dalam sekejap hanya bisa tertawa dengan bodoh dalam keterkejutan.
Jane memalingkan kepalanya, menempelkan wajahnya diatas batu nisan, berkata dengan lembut: “Abang Feng, hari ini kita mengobrol sampai disini, lain hari aku ada waktu akan kembali mencari kamu.”
????
Didalam mobil saat kembali ke kota.
Jane melihat keluar jendela, berkata: “Tuan Panji, merepotkan kamu membawa mobil pergi ke rumah sakit umum di kota, aku ingin ke rumah sakit menjenguk ibuku.”
Panji kemudian memandang Jane sekilas dari kaca spion, tuan membiarkan dia membawa orang pulang, tidak membiarkan dia mengantarkannya ke rumah sakit.
Setelah berpikir, Panji berkata: “Nona Ji, setiap hari kamu hanya punya waktu selama ini untuk keluar. Hari ini kamu sudah menghabiskan jatah waktu berpergianmu.”
“Sudah habis?” Jane bergumam dengan dingin.
Setiap hari hanya memberi waktu tiga jam padanya untuk berpergian, sekali pergi pulang menghabiskan dua jam, hanya tersisa tepat satu jam waktu kebebasan beraktivitas.
Jane memegang erat teleponnya, berapa kali ingin menelepon Sebastian, namun pada akhirnya dia masih juga menahan, mendengar suara lelaki itu dia akan mual dan ingin muntah.
Tetapi siapa yang membiarkan dia begitu lemah tak berdaya, karena dirinya tidak bisa, maka bisa dicelakakan oleh Li Chendong dan lainnya, akhirnya menempatkan dirinya di posisi yang canggung.
“Nona Ji, bagaimana kalau besok kamu????” Panji baru ingin berkata sesuatu, teleponnya tiba-tiba bergetar, dia mengangkatnya dan melihat, menerima sebuah pesan singkat, orang yang mengirimkan pesan adalah tuannya.
Pesan singkat yang dikirimkan oleh tuannya, Panji tidak akan melalaikannya, dengan cepat membuka dan melihat detail isi pesan. Pesan singkat hanya tertuliskan tiga huruf—— Biarkan dia pergi.
Biarkan dia pergi!
Tuan memerintahkan membiarkan dia pergi, Panji tentu saja melaksanakannya, namun jasa ini tidak bisa diambil dirinya sendiri, harus membiarkan nona Ji tahu bahwa ini adalah maksud dari tuannya.
Dia tertawa: “Nona Ji, kalau begitu aku menelepon tuan rumahku terlebih dahulu, menanyakan padanya boleh atau tidak?”
Jane tidak bereaksi.
Sebastian yang sakit mental sedang berpikir apa, tidak dapat dimengerti dan dicari tahu oleh orang awam seperti dirinya.
Panji bergegas mengeluarkan telepon dan berpura-pura menelepon sebuah nomor, masih dengan hormat menyampaikan pendapat kepada tuannya, dengan cepat dia menutup telepon: “Nona Ji, tuan keluargaku adalah seorang yang baik hati sekali.”
Ucapan ini keluar dari mulut Panji, bukan hanya membuat Jane merasa ini adalah bahan tertawaan yang paling lucu diseluruh jagad raya, Panji sendiri juga merasakan hal yang sama.
Tuan mereka adalah orang yang baik hati atau tidak, orang lain mungkin tidak begitu tahu, namun orang-orang yang melakukan hal disampingnya sangat jelas mengetahui.
Panji berkata lagi: “Nona Ji, tuan rumah kami menyetujui memberimu dua jam lagi untuk menjenguk ibumu dirumah sakit.”
“Abang Feng, kamu pasti tidak tahu, walaupun berita kematianmu adalah kudengar dari ibuku sendiri, walaupun mereka telah mendirikan batu nisan untukmu, aku sama sekali tidak percaya kamu telah meninggalkan aku.”
Ada orang berkata dia menipu diri sendiri, ada orang berkata dia sudah kehilangan kesadaran, apa saja juga dibicarakan orang, mulut tumbuh diatas badan orang lain, Jane tidak bisa memperdulikannya.
Namun tidak perduli orang ini berkata apa, Jane begitu yakin percaya abang Feng sungguh tidak rela meninggalkannya pergi ke dunia yang lain.
Tidak lama setelah dia berterus terang padanya, mereka baru saja menjalin cinta, perahu cinta kecil mereka masih belum dimulai, Tuhan kenapa begitu kejam merebut dia dari sisinya.
“Abang Feng, tapi????”
Sekali lagi, memanggil “Abang Feng” tiga kata ini, Jane menekan kalimat yang tak terucapkan, memercikkan dengan air mata dan air keringat.
Dia tidak percaya dia telah meninggalkan dunia ini, tapi kesuciannya justru telah jelas-jelas direnggut oleh lelaki yang bernama Sebastian itu.
Walaupun nanti, abang Feng masih bisa kembali, bagaimana dia ada muka pergi bertemu dengannya?
Jane yang suci ibarat giok yang ada didalam hatinya sudah tidak ada lagi, sekarang dia hanyalah seorang gadis yang telah dilecehkan oleh orang.
Bicara sampai akhirnya juga menyalahkan dirinya sendiri, dia tidak mengenali dirinya sendiri, dia selalu merasa dirinya sangat kuat, dapat menjaga setiap orang yang ada disisinya dengan baik, namun pada akhirnya baru menyadari, dia hanyalah seseorang lemah yang bahkan tidak bisa melindungi diri sendiri.
Jane mengusap air matanya, menghisap-hisap hidungnya: “Abang Feng, kamu beritahulah padaku, aku harus bagaimana?”
Namun tidak perduli bagaimana dia bertanya, tetap tidak ada orang yang menjawabnya, yang menjawabnya, hanyalah burung robin yang berkicau tiada henti diatas pohon.
????
Matahari yang terik tergantung ditengah langit, panasnya yang membara seperti ingin memanggang semua makhluk hidup yang ada diatas bumi ini barulah bagus.
Karena cuaca begitu panasnya, dan juga tepat siang sepuluh menit, didalam tanah kuburan yang besar sama sekali tidak terlihat beberapa bayangan orang.
Namun tidak begitu jauh dari batu nisan berwarna tempat Jane berada, masih ada seseorang, ada seorang lelaki tampan yang memakai kemeja berwarna hitam.
Dia berdiri di posisi yang tidak jauh dari Jane, kedua pandangan jatuh pada wajah Jane, mengamati perubahan setiap detail ekspresi wajahnya.
Melihat dia menangis, melihat dia mengeluarkan air mata????Kedua tangan disamping badannya menahan jadi kepalan tangan, menahan dan menahan, menahan sampai urat muncul dikeningnya.
“Pantas mati!” Api emosi didalam hatinya sedang naik membara, tidak pernah menyangka dirinya bisa kehilangan kontrol dan memaksa memiliki seorang wanita yang tidak dicintainya.
Tidak lama kemudian, Panji berlari kemari dari jalan kecil, berkata mengingatkan dengan suara kecil: “Tuan, cuaca sangat panas, kamu berdiri disini sudah satu jam lebih, jika berdiri lebih lama lagi pasti akan pingsan kepanasan.”
Mendengar kalimat peringatan ini, Sebastian sedikit terganggu, dan berkata sekenanya: “Segera bawa dia pulang, tidak boleh membiarkan dia tinggal lebih lama lagi.”
“Dia” yang terucap dari mulut Sebastian adalah siapa, Panji pasti tahu, mengangguk-anggukan kepala: “Bawahan akan pergi meminta nona Ji pulang.”
????
“Nona Ji, waktu keluar rumah sudah sampai, silahkan ikut aku pulang denganku.” Panji datang ke belakang badan Jane, berusaha dengan sopan berbicara dengan Jane, namun isi didalam ucapan ini, tidak perduli bagaimana dia berbicara, orang yang mendengar tidak akan merasa nyaman.
Jane memalingkan kepala, memandangi dia dari atas kebawah dari kiri kekanan lalu melihat-lihat: “Kamu siapa? Kenapa kamu ada disini?”
Panji ada sedikit terkejut, namun tugas yang diberikan oleh tuan tidak bisa tidak diselesaikan: “Nona Ji, namaku Panji, tuan yang membiarkan aku mengikuti kamu. Cuaca ini sangat panas, silahkan kamu ikut pulang denganku.”
Jane berkata lagi: “Kenapa? Masih menganggap aku adalah tersangka? Aku berjalan sampai kemana kalian juga terus mengikuti aku seperti mengikuti tersangka?”
Panji menjelaskan: “Nona Ji, kami bagaimana mungkin memandangmu sebagai tersangka, sebenarnya tuan keluarga kami hanya mengkhawatirkan kamu. Dia juga????”
“Ikut kesini”—– Beberapa huruf ini masih belum terucap dari mulut, Panji memalingkan kepala melihat ke posisi Sebastian berdiri tadi, disana sama sekali tidak orang lagi.
Tuan sudah pergi, dia berkata banyak lagi, juga tidak ada hasil apa-apa, Panji juga tidak ingin menjelaskan lebih banyak lagi, bukankah ada pepatah berkata menjelaskan adalah menutupi.
“Mengkhawatirkan aku?” Jane tertawa-tawa, didalam suara tawanya ada ejekan yang tak terucapkan, “Orang seperti dia yang sakit mental sangat jarang mengkhawatirkan nona ini.”
Panji terkejut dan mengaruk kepalanya, tidak tahu harus berkata apa selanjutnya, tidak menjawab juga tidak sopan, dalam sekejap hanya bisa tertawa dengan bodoh dalam keterkejutan.
Jane memalingkan kepalanya, menempelkan wajahnya diatas batu nisan, berkata dengan lembut: “Abang Feng, hari ini kita mengobrol sampai disini, lain hari aku ada waktu akan kembali mencari kamu.”
????
Didalam mobil saat kembali ke kota.
Jane melihat keluar jendela, berkata: “Tuan Panji, merepotkan kamu membawa mobil pergi ke rumah sakit umum di kota, aku ingin ke rumah sakit menjenguk ibuku.”
Panji kemudian memandang Jane sekilas dari kaca spion, tuan membiarkan dia membawa orang pulang, tidak membiarkan dia mengantarkannya ke rumah sakit.
Setelah berpikir, Panji berkata: “Nona Ji, setiap hari kamu hanya punya waktu selama ini untuk keluar. Hari ini kamu sudah menghabiskan jatah waktu berpergianmu.”
“Sudah habis?” Jane bergumam dengan dingin.
Setiap hari hanya memberi waktu tiga jam padanya untuk berpergian, sekali pergi pulang menghabiskan dua jam, hanya tersisa tepat satu jam waktu kebebasan beraktivitas.
Jane memegang erat teleponnya, berapa kali ingin menelepon Sebastian, namun pada akhirnya dia masih juga menahan, mendengar suara lelaki itu dia akan mual dan ingin muntah.
Tetapi siapa yang membiarkan dia begitu lemah tak berdaya, karena dirinya tidak bisa, maka bisa dicelakakan oleh Li Chendong dan lainnya, akhirnya menempatkan dirinya di posisi yang canggung.
“Nona Ji, bagaimana kalau besok kamu????” Panji baru ingin berkata sesuatu, teleponnya tiba-tiba bergetar, dia mengangkatnya dan melihat, menerima sebuah pesan singkat, orang yang mengirimkan pesan adalah tuannya.
Pesan singkat yang dikirimkan oleh tuannya, Panji tidak akan melalaikannya, dengan cepat membuka dan melihat detail isi pesan. Pesan singkat hanya tertuliskan tiga huruf—— Biarkan dia pergi.
Biarkan dia pergi!
Tuan memerintahkan membiarkan dia pergi, Panji tentu saja melaksanakannya, namun jasa ini tidak bisa diambil dirinya sendiri, harus membiarkan nona Ji tahu bahwa ini adalah maksud dari tuannya.
Dia tertawa: “Nona Ji, kalau begitu aku menelepon tuan rumahku terlebih dahulu, menanyakan padanya boleh atau tidak?”
Jane tidak bereaksi.
Sebastian yang sakit mental sedang berpikir apa, tidak dapat dimengerti dan dicari tahu oleh orang awam seperti dirinya.
Panji bergegas mengeluarkan telepon dan berpura-pura menelepon sebuah nomor, masih dengan hormat menyampaikan pendapat kepada tuannya, dengan cepat dia menutup telepon: “Nona Ji, tuan keluargaku adalah seorang yang baik hati sekali.”
Ucapan ini keluar dari mulut Panji, bukan hanya membuat Jane merasa ini adalah bahan tertawaan yang paling lucu diseluruh jagad raya, Panji sendiri juga merasakan hal yang sama.
Tuan mereka adalah orang yang baik hati atau tidak, orang lain mungkin tidak begitu tahu, namun orang-orang yang melakukan hal disampingnya sangat jelas mengetahui.
Panji berkata lagi: “Nona Ji, tuan rumah kami menyetujui memberimu dua jam lagi untuk menjenguk ibumu dirumah sakit.”