Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 1048
Bab 1048:
Kekuatan Hidup Bibit Yang Kuat
Sebastian tidak berani banyak berpikir tentang kekacauan apa sebenarnya yang memburu di dasar hatinya.
Dia kembali mengambil rokok dan menghisapnya dalam-dalam beberapa kali, habis sebatang masih tidak cukup, masih menghisap lagi beberapa batang, sampai pada tenggorokkannya sakit, dia baru berhenti. Rokok sudah dihisap, kekacauan didalam hatinya justru sedikitpun tidak berkurang, didalam pikirannya semuanya berpikir tentang wanita polos yang ada didalam kamar tidur.
Wanita polos itu berendam air dingin begitu lama didalam bak mandi, tidak tahu apakah segelas obat flu dapat mencegah dia flu dan demam?
Sebastian tidak dapat memastikan, ataukah karena hanya ingin mencari sebuah alasan untuk kembali lagi kedalam kamar tidurnya, harus melihatnya sudah tertidur dengan mata kepalanya sendiri, dia baru bisa tenang.
Dia mengangkat pergelangan tangannya melihat waktu, tidak sadar sudah satu jam berlalu, jarum jam sudah menunjuk jam delapan malam.
Sebastian berdiri, lalu menuangkan segelas obat dan berjalan menuju ke kamar tidur Jane.
Dia sudah tertidur, namun bulu matanya basah, matanya juga ada sedikit bengkak, kelihatannya barusan menangis.Wanita polos ini, kenapa tidak menangis saat dia menyakitinya? Siapa yang bisa tahu dia sakit hati kalau menangis berbaring?
Dia menjulurkan tangan, ingin memegang keningnya, lalu dihempas saat masih belum sempat terpegang, dia membuka matanya, kedua matanya yang memerah karena emosi melihat dia: “Pergi!”
Wajah Sebastian mendingin: “Minumlah lagi segelas obat ini.”
Sudah membuatnya meminum segelas obat, masih tidak cukup dan masih mau membuatnya minum segelas lagi, dia merasa kekuatan hidup bibitnya begitu kuat kah? Sekali obat kontrasepsi masih tidak bisa meracuni mati bibitnya?
Lagipula, ini kesalahan yang diperbuat binatang ini sendiri, berdasarkan apa mau dia yang menggantikannya membayar?
Bukan dia bersedia mengandung bibitnya, namun dia tidak ingin perhitungan dengan badannya sendiri, menunjuk dia berteriak: “Sudah menjadi adonan, menggelindinglah pergi keluar!”
Sebastian berkata dengan sombong: “Minumlah.”
Jane menunjuk hidungnya: “Pergi!”
Sebastian menjulurkan tangan menekan rahang bawahnya yang kecil dan mulus, memaksanya membuka mulut, menuangkan masuk air obat kedalam mulutnya.
Cara menuangkan obat seperti ini, pagi ini baru digunakan Jane kepada badannya, tidak menyangka begitu cepat akan berganti dia menggunakannya kepada badannya.
Hanya saja tenaga Jane tidak sekuat dia, saat dia dituangkan, dia yang dalam posisi unggul. Sekarang dia yang dituangkan, dan yang dalam posisi unggul masih adalah dia.
Dengan begini, Jane dengan tidak ikhlas meminum lagi segelas “Obat kontrasepsi”.
“Yang bermarga Tanjaya, penghinaan yang hari ini kamu berikan padaku, lebih baik kamu ingat baik-baik, di kemudian hari, aku pasti akan mengembalikan dengan sama kepadamu.” Sialan, orang ini juga sudah terlalu menyakiti, berhubungan cinta sekali menuangkan dua gelas obat kontrasepsi darurat, dia bertekad mau memutuskan garis keturunan anak cucunya. Semua orang juga tahu efek samping dari obat kontrasepsi darurat setelah melakukannya adalah sangat besar, penggunaannya tidak boleh lebih dari tiga kali dalam setahun, sebulan hanya boleh menggunakan sekali, kalau tidak akan mengakibatkan keguguran alamiah.
Dia baru beberapa hari minum obat kontrasepsi darurat, hari ini dituangkan minum padanya lagi, bukankah dia berpikir ingin agar dia memutuskan garis keturunannya, ataukah untuk apa?
“Aku tunggu.” Dia menjawab dengan tidak panik dan tidak pelan.
“Kamu tunggulah baik-baik.” Jane berkata sambil menggigit giginya, akhirnya masih saja emosi, merebut gelas kemari dan melemparkannya ke atas dinding, menghancurkan gelas menjadi serpihan.
Akhirnya masih ada benda yang lebih parah darinya sedikit, api emosi didalam hati Jane, sedikit menjadi lebih ringan.
Dia tidak percaya, dia hanya dapat terus disakitinya seumur hidup…….
Cuaca tidak baik, seperti sudah takdirnya akan terjadi sesuatu hal.
Dua jam sebelumnya, kondisi penyakit ibu Tanjaya, Yenny, yang terus mengobati penyakit tiba-tiba menjadi parah, orang keluarga Tanjaya menghadapi angin dan hujan mengantarkannya ke rumah sakit terbaik di Pasirbumi untuk diselamatkan.
Satu jam telah berlalu, dua jam telah berlalu…… Waktu sedikit demi sedikit berjalan pergi, lampu ICU masih menyala, dokter juga masih sangat sibuk, pasien masih belum melewati bahaya.Sebagai kepala rumah dari keluarga Tanjaya, Carlson membawa sejumlah besar orang rumah menunggu di depan pintu ruang ICU, menunggu dengan panik dan khawatir.
Sejak ibu Tanjaya masuk ke ruang ICU, pandangan ayah Tanjaya, Irfan, terus memandangi pintu ruang ICU, tidak mengalihkan pandangannya satu menit pun.
Oriella mengkhawatirkan kakek, duduk disampingnya dan memegang tangannya dengan erat: “Kakek, nenek pasti akan baik-baik saja, kamu jangan takut.”
Irfan tidak bersuara, terlihat kekhawatiran dan sakit hati yang berat dari dalam raut wajahnya yang tenang.
Walaupun dia tahu cepat atau lambat hari ini akan datang, tapi saat hari itu sungguh datang, didalam hatinya masih bisa takut, itu adalah orang yang terpenting dalam hidupnya.
Beberapa puluh tahun yang lalu, dia bertemu dengannya didalam hutan bunga sakura di gunung Vandera, saat dia tertawa tersipu malu memandanginya, dia berkata pada dirinya sendiri, seumur hidup ini pasti mau menjaga wanita ini baik-baik.
Tahun itu, dia tidak lewat umur delapan belas tahun, usia yang ibarat bunga, tampang yang lebih cantik dari bunga, walaupun hanya sekali pandang, susah dilupakan.
Kemudian, dia mengejar dan mendapatkannya, dia menjadi istrinya. Lalu kemudian, dia melahirkan seorang anak untuknya, sejak itu badannya selalu tidak sehat.
Dia tahu, karena dia, kalau bukan dia membiarkannya melahirkan anak, dia tidak akan ada penyakit, tidak akan membuat penyakit hidup mengerogoti badannya beberapa puluh tahun.
Memikirkan puluhan tahun yang melewati lewati bersama, benang didalam hati Irfan tiba-tiba putus, air mata jatuh setetes demi setetes dari wajahnya yang perlahan menua.
Oriella memeluknya, hatinya sangat sakit: “Kakek, nenek tidak akan meninggalkan kita, dia pasti akan sembuh, pasti.”
Walaupun bicara demikian, namun didalam hati Oriella juga jelas, nenek sudah lama mengidap penyakit, badannya semakin melemah hari demi hari, peluangnya untuk bisa diselamatkan sangat kecil sekali.
Melihat ibu didalam ruang ICU, melihat ayahnya sedih, Carlson justru tidak ada cara apapun.
Dia memiliki kekayaan tak terhitung banyaknya, adalah orang yang terhormat, dia dapat menyelesaikan setiap bisnis, namun justru tidak ada cara menghadapi penyakit ibunya.Saat ini, Carlson merasa dirinya bukan apa-apa, kalau dia memiliki lebih banyak kekayaan lagi, juga masih begitu tidak berdaya didepan iblis penyakit dan waktu.
Dia tidak bisa melakukan apapun.
Memikirkan ini, Carlson mengepalkan kepalan tangan kedua tangan yang ada disamping badannya, semakin kepal semakin erat, sampai pada sepasang tangan yang lembut memegang tangannya.
Tenaganya tidaklah kuat, namun justru seperti sebuah pil penenang yang membuatnya tenang banyak, dia menundukkan kepala melihat dia, dia juga tepat sedang melihatnya.
Dia tidak berkata apapun kepadanya, namun hanya ingin tahu dia ada disampingnya, sudah cukup menghilangkan semua kegalauan didalam hatinya.
Ting Tong—-
Lampu ruang ICU akhirnya padam, orang rumah keluarga Tanjaya berdesakan memandang kearah pintu, melilhat dokter yang memakai jubah putih besar keluar, tidak menunggu mereka bertanya, dokter menurunkan penutup mulut berkata: “Direktur Carlson, nyonya besar sementara waktu sudah melewati bahaya.”Mendengar ucapan dokter, orang rumah keluarga Tanjayajuga tidak gembira, karena mereka mengerti, yang dokter ucapkan adalah sementara waktu, hanya sementara waktu. Dokter berkata lagi: “Detail keadaannya, aku akan melaporkannya sebentar lagi dengan Direktur Carlson untuk lebih detail, sekarang antar pasien ke ruang perawatan terlebih dulu.”
Kondisi nyonya besar Tanjaya yang dipindahkan ke ruang perawatan jauh lebih baik dari yang mereka pikirkan, mungkin didalam hatinya masih ada terlalu banyak kerinduan, dia terus berusaha bertahan, tidak membiarkan dirinya tumbang.
Kekuatan Hidup Bibit Yang Kuat
Sebastian tidak berani banyak berpikir tentang kekacauan apa sebenarnya yang memburu di dasar hatinya.
Dia kembali mengambil rokok dan menghisapnya dalam-dalam beberapa kali, habis sebatang masih tidak cukup, masih menghisap lagi beberapa batang, sampai pada tenggorokkannya sakit, dia baru berhenti. Rokok sudah dihisap, kekacauan didalam hatinya justru sedikitpun tidak berkurang, didalam pikirannya semuanya berpikir tentang wanita polos yang ada didalam kamar tidur.
Wanita polos itu berendam air dingin begitu lama didalam bak mandi, tidak tahu apakah segelas obat flu dapat mencegah dia flu dan demam?
Sebastian tidak dapat memastikan, ataukah karena hanya ingin mencari sebuah alasan untuk kembali lagi kedalam kamar tidurnya, harus melihatnya sudah tertidur dengan mata kepalanya sendiri, dia baru bisa tenang.
Dia mengangkat pergelangan tangannya melihat waktu, tidak sadar sudah satu jam berlalu, jarum jam sudah menunjuk jam delapan malam.
Sebastian berdiri, lalu menuangkan segelas obat dan berjalan menuju ke kamar tidur Jane.
Dia sudah tertidur, namun bulu matanya basah, matanya juga ada sedikit bengkak, kelihatannya barusan menangis.Wanita polos ini, kenapa tidak menangis saat dia menyakitinya? Siapa yang bisa tahu dia sakit hati kalau menangis berbaring?
Dia menjulurkan tangan, ingin memegang keningnya, lalu dihempas saat masih belum sempat terpegang, dia membuka matanya, kedua matanya yang memerah karena emosi melihat dia: “Pergi!”
Wajah Sebastian mendingin: “Minumlah lagi segelas obat ini.”
Sudah membuatnya meminum segelas obat, masih tidak cukup dan masih mau membuatnya minum segelas lagi, dia merasa kekuatan hidup bibitnya begitu kuat kah? Sekali obat kontrasepsi masih tidak bisa meracuni mati bibitnya?
Lagipula, ini kesalahan yang diperbuat binatang ini sendiri, berdasarkan apa mau dia yang menggantikannya membayar?
Bukan dia bersedia mengandung bibitnya, namun dia tidak ingin perhitungan dengan badannya sendiri, menunjuk dia berteriak: “Sudah menjadi adonan, menggelindinglah pergi keluar!”
Sebastian berkata dengan sombong: “Minumlah.”
Jane menunjuk hidungnya: “Pergi!”
Sebastian menjulurkan tangan menekan rahang bawahnya yang kecil dan mulus, memaksanya membuka mulut, menuangkan masuk air obat kedalam mulutnya.
Cara menuangkan obat seperti ini, pagi ini baru digunakan Jane kepada badannya, tidak menyangka begitu cepat akan berganti dia menggunakannya kepada badannya.
Hanya saja tenaga Jane tidak sekuat dia, saat dia dituangkan, dia yang dalam posisi unggul. Sekarang dia yang dituangkan, dan yang dalam posisi unggul masih adalah dia.
Dengan begini, Jane dengan tidak ikhlas meminum lagi segelas “Obat kontrasepsi”.
“Yang bermarga Tanjaya, penghinaan yang hari ini kamu berikan padaku, lebih baik kamu ingat baik-baik, di kemudian hari, aku pasti akan mengembalikan dengan sama kepadamu.” Sialan, orang ini juga sudah terlalu menyakiti, berhubungan cinta sekali menuangkan dua gelas obat kontrasepsi darurat, dia bertekad mau memutuskan garis keturunan anak cucunya. Semua orang juga tahu efek samping dari obat kontrasepsi darurat setelah melakukannya adalah sangat besar, penggunaannya tidak boleh lebih dari tiga kali dalam setahun, sebulan hanya boleh menggunakan sekali, kalau tidak akan mengakibatkan keguguran alamiah.
Dia baru beberapa hari minum obat kontrasepsi darurat, hari ini dituangkan minum padanya lagi, bukankah dia berpikir ingin agar dia memutuskan garis keturunannya, ataukah untuk apa?
“Aku tunggu.” Dia menjawab dengan tidak panik dan tidak pelan.
“Kamu tunggulah baik-baik.” Jane berkata sambil menggigit giginya, akhirnya masih saja emosi, merebut gelas kemari dan melemparkannya ke atas dinding, menghancurkan gelas menjadi serpihan.
Akhirnya masih ada benda yang lebih parah darinya sedikit, api emosi didalam hati Jane, sedikit menjadi lebih ringan.
Dia tidak percaya, dia hanya dapat terus disakitinya seumur hidup…….
Cuaca tidak baik, seperti sudah takdirnya akan terjadi sesuatu hal.
Dua jam sebelumnya, kondisi penyakit ibu Tanjaya, Yenny, yang terus mengobati penyakit tiba-tiba menjadi parah, orang keluarga Tanjaya menghadapi angin dan hujan mengantarkannya ke rumah sakit terbaik di Pasirbumi untuk diselamatkan.
Satu jam telah berlalu, dua jam telah berlalu…… Waktu sedikit demi sedikit berjalan pergi, lampu ICU masih menyala, dokter juga masih sangat sibuk, pasien masih belum melewati bahaya.Sebagai kepala rumah dari keluarga Tanjaya, Carlson membawa sejumlah besar orang rumah menunggu di depan pintu ruang ICU, menunggu dengan panik dan khawatir.
Sejak ibu Tanjaya masuk ke ruang ICU, pandangan ayah Tanjaya, Irfan, terus memandangi pintu ruang ICU, tidak mengalihkan pandangannya satu menit pun.
Oriella mengkhawatirkan kakek, duduk disampingnya dan memegang tangannya dengan erat: “Kakek, nenek pasti akan baik-baik saja, kamu jangan takut.”
Irfan tidak bersuara, terlihat kekhawatiran dan sakit hati yang berat dari dalam raut wajahnya yang tenang.
Walaupun dia tahu cepat atau lambat hari ini akan datang, tapi saat hari itu sungguh datang, didalam hatinya masih bisa takut, itu adalah orang yang terpenting dalam hidupnya.
Beberapa puluh tahun yang lalu, dia bertemu dengannya didalam hutan bunga sakura di gunung Vandera, saat dia tertawa tersipu malu memandanginya, dia berkata pada dirinya sendiri, seumur hidup ini pasti mau menjaga wanita ini baik-baik.
Tahun itu, dia tidak lewat umur delapan belas tahun, usia yang ibarat bunga, tampang yang lebih cantik dari bunga, walaupun hanya sekali pandang, susah dilupakan.
Kemudian, dia mengejar dan mendapatkannya, dia menjadi istrinya. Lalu kemudian, dia melahirkan seorang anak untuknya, sejak itu badannya selalu tidak sehat.
Dia tahu, karena dia, kalau bukan dia membiarkannya melahirkan anak, dia tidak akan ada penyakit, tidak akan membuat penyakit hidup mengerogoti badannya beberapa puluh tahun.
Memikirkan puluhan tahun yang melewati lewati bersama, benang didalam hati Irfan tiba-tiba putus, air mata jatuh setetes demi setetes dari wajahnya yang perlahan menua.
Oriella memeluknya, hatinya sangat sakit: “Kakek, nenek tidak akan meninggalkan kita, dia pasti akan sembuh, pasti.”
Walaupun bicara demikian, namun didalam hati Oriella juga jelas, nenek sudah lama mengidap penyakit, badannya semakin melemah hari demi hari, peluangnya untuk bisa diselamatkan sangat kecil sekali.
Melihat ibu didalam ruang ICU, melihat ayahnya sedih, Carlson justru tidak ada cara apapun.
Dia memiliki kekayaan tak terhitung banyaknya, adalah orang yang terhormat, dia dapat menyelesaikan setiap bisnis, namun justru tidak ada cara menghadapi penyakit ibunya.Saat ini, Carlson merasa dirinya bukan apa-apa, kalau dia memiliki lebih banyak kekayaan lagi, juga masih begitu tidak berdaya didepan iblis penyakit dan waktu.
Dia tidak bisa melakukan apapun.
Memikirkan ini, Carlson mengepalkan kepalan tangan kedua tangan yang ada disamping badannya, semakin kepal semakin erat, sampai pada sepasang tangan yang lembut memegang tangannya.
Tenaganya tidaklah kuat, namun justru seperti sebuah pil penenang yang membuatnya tenang banyak, dia menundukkan kepala melihat dia, dia juga tepat sedang melihatnya.
Dia tidak berkata apapun kepadanya, namun hanya ingin tahu dia ada disampingnya, sudah cukup menghilangkan semua kegalauan didalam hatinya.
Ting Tong—-
Lampu ruang ICU akhirnya padam, orang rumah keluarga Tanjaya berdesakan memandang kearah pintu, melilhat dokter yang memakai jubah putih besar keluar, tidak menunggu mereka bertanya, dokter menurunkan penutup mulut berkata: “Direktur Carlson, nyonya besar sementara waktu sudah melewati bahaya.”Mendengar ucapan dokter, orang rumah keluarga Tanjayajuga tidak gembira, karena mereka mengerti, yang dokter ucapkan adalah sementara waktu, hanya sementara waktu. Dokter berkata lagi: “Detail keadaannya, aku akan melaporkannya sebentar lagi dengan Direktur Carlson untuk lebih detail, sekarang antar pasien ke ruang perawatan terlebih dulu.”
Kondisi nyonya besar Tanjaya yang dipindahkan ke ruang perawatan jauh lebih baik dari yang mereka pikirkan, mungkin didalam hatinya masih ada terlalu banyak kerinduan, dia terus berusaha bertahan, tidak membiarkan dirinya tumbang.