Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 31
Bab 31 Sisa Masa Lalu
Group Primedia mengumumkan bahwa mulai hari in Group Primedia dan anak perusahaannya tidak akan lagi memiliki kerjasama dengan Teknologi Inovatif, Teknologi Inovatif segera masuk dalam kondisi krisis, tetapi efeknya tidak begitu baik, dalam sekejap Carlson, Presdir Teknologi Inovatif berada di posisi puncak. .
Melihat berita ini, alis Ivander terangkat, mengeluarkan ekspresi senyum yang tidak bisa dimengerti.
Seorang Presdir PT Teknologi yang kecil ingin bersaing dengannya, dia memiliki ribuan cara untuk menghadapi Carlson itu.
Ketika Yadi melihat bahwa atasannya sedang dalam mood yang baik, dia segera berkata: “Tuan Ivander, ketika berita ini kami rilis, tidak ada ruang bagi Teknologi Inovatif untuk berkutik.”
Ivander tersenyum dingin memandang ponsel yang ada di tangannya: “Jangan senang terlalu dini, terkadang yang di permukaannya belum tentu benar.”
Yadi bertanya-tanya: “Tuan Ivander, apa maksudmu?”
“Pria bernama Carlson itu bisa membuat Wirawan si pria tua itu untuk segera menjemput orang secara pribadi, dengan hal ini saja dia tidak bisa diremehkan.” Ivander dengan dingin menatap Yadi sekilas, “Lain kali gunakan otakmu untuk bekerja. Mengikutiku selama bertahun-tahun tapi otakmu masi dangkal.”
Pria yang bernama Carlson itu, saat ini memang terlihat tidak memiliki kemampuan untuk melawan, tetapi tetap harus waspada terhadap segala trik di belakang.
Yadi segera mengangguk: “Yang dikatakan Tuan Ivander benar, lain kali aku akan menggunakan otakku untuk memikirkan berbagai hal.”
Ivander kembali berkata: “Suruh orang untuk mengawasi segala tindakan pria bernama Carlson itu, jika ada yang aneh segera beritahu aku.”
Yadi berkata: “Aku sudah menyuruh orang untuk terus mengawasinya, sepertinya dia tidak bisa memainkan trik apa pun.”
Ivander mengambil dokumen di tangannya dan memukulkannya ke kepala Yadi: “Apa yang baru saja kukatakan, apa kamu kira perkataanku angin lalu?”
“Tuan Ivander, aku …” Yadi menyentuh kepalanya, tidak bersalah dan mengeluh, dia benar-benar tidak tahu di mana letak kesalahannya.
Ivander melambaikan tangannya: “Suruh orang menyiapkan mobil, hari ini urus saja kerjaanmu, jangan merusah hal pentingku.”
Tentu saja Yadi tahu apa yang dimaksud hal penting oleh Ivander, dia segera tersenyum dan berkata: “Tuan Ivander, apakah kamu ingin aku memesan kamar terlebih dahulu, kamu dan Nona Ariella…”
Ivander menatap dingin ke arah Yadi, dengan dingin berkata: “Pergi!”
Jika Ariella bisa dengan mudah berdamai dengannya, maka itu bukan Ariella yang sudah pergi selama 3 tahun tapi masih bisa membuatnya tidak bisa melupakannya.
“Ariel…” Ivander diam-diam memanggil nama Ariella dalam hatinya.
Dia ingat, dulu Ariella suka dia memanggilnya seperti ini, dan dia juga akan memanggilnya dengan sebutan Ivan, dan juga bisa dengan sangat sombongnya mengatakan bahwa nama “Ivan” hanya boleh dia yang memanggilnya, orang lain tidak diizinkan untuk memanggilnya seperti itu.
Tetapi kebanyakan Ariella lebih sering memanggil namanya dengan lengkap, dia mengatakan bahwa nama “Ivander” dapat mewakili dirinya sepenuhnya.
Ariella pada saat itu, sifatnya panas bagai api, tapi ada sisi lembut dan kekanakan dari gadis kecil itu, yang bisa bersikap manja padanya, dan bisa membuatnya bisa mengatakan bahwa dia mencintai Ariella.
Dia seperti matahari kecil, kemana pun dia pergi dia bisa menarik perhatian banyak pria yang tak terhitung jumlahnya, Ariella yang sangat percaya diri seperti itu, bagaimana mungkin dia tidak mencintainya.
Hubungan antara keluarga Ivander dan keluarga Ariella rumit, keluarga Ariella akan berdiri di belakang keluarga Ivander secara alami, bisa dikatakan bahwa keluarga Ariella adalah aksesori pendamping keluarga Ivander.
Tapi Ariella itu tidak sama, dia masih memiliki kepercayaan diri dan harga diri di depan keluarga Ivander, tidak pernah menundukkan kepalanya.
Setelah mereka jatuh cinta, Ariella bekerja lebih keras untuk belajar, tujuannya adalah untuk menjadi seorang wanita yang sepadan berdiri di sampingnya.
Saat tahun kedua kuliahnya, Ivander mengusulkan ingin melamarnya terlebih dahulu, tunggu ketika Ariella lulus keduanya akan mengadakan resepsi pernikahan.
Saat itu, dia pikir Ariella akan menolak, tetapi tidak pernah menyangka Ariella menyetujuinya, alasannya sangat sederhana.
Ariella berkata: “Aku selalu terus mempersiapkan diri sebagai calon pengantin Ivander, kamu boleh memesanku terlebih dahulu, kemudian tunggu ketika aku cukup berkualifikasi baru aku akan menikah denganmu.”
Tahun itu, dia baru berusia 19 tahun, masih belum lulus kuliah, kedua keluarga mereka juga tidak mengatur acara pertunangan, hanya acara makan bersama antar kedua keluarga dan pertunangan itu dianggap sudah dilakukan.
Kemudian, Ariella bekerja lebih keras lagi untuk belajar, bekerja keras untuk merancang gaun pengantin. Meskipun masih kuliah, tapi desain gaun pengantinnya sudah terkenal, banyak studio bridal yang mendatanginya.
Ketika Ariella mendapatkan uang pertamanya, Ariella menraktir Ivander untuk pergi makan, dengan manja berkata padanya: “Ivander, kupikir seleramu benar-benar bagus.”
Ivander tersenyum menatapnya, “Apa maksudmu?”
Dia berkata: “Aku sekarang dapat menghasilkan uang sendiri, dan juga hasilnya lumayan, lain kali jika kamu kehilangan pekerjaanmu, aku bisa menghidupimu.”
Memikirkan segala sesuatu di masa lalu, pandangan mata Ivander memancarkan sedikit kelembutan.
Ya, Ariel-nya memang selalu begitu baik dan percaya diri, dan juga sangat mencintainya.
Tetapi kemudian, Ivander secara pribadi menghancurkan semuanya, dan juga melukainya begitu dalam, menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri Ariella dipaksa untuk meninggalkan kampung halamannya, tetapi dia sama sekali tidak melakukan apapun.
Dan sekarang, 3 tahun sudah berlalu, dia memiliki kemampuan dan kesempatan untuk datang padanya lagi, kali ini, dia tidak akan melepaskannya dengan mudah bagaimanapun itu.
“Ariel…” Ivander dengan lembut mengucapkan nama Ariella, “Kali ini tidak peduli menggunakan metode apa, aku akan membuatmu berada di sampingku.”
“Tuan Ivander, supir sudah menunggu lama, apa kamu masih mau keluar?” Meskipun Ivander menyuruh Yadi pergi, tapi jika atasannya maish belum keluar, dia mana berani pergi lebih dulu.
Ivander kembali fokus, menyembunyikan emosinya, bangkit berdiri dan pergi.
Setengah jam kemudian.
Ponsel Ariella berdering ketika dia sedang sibuk dengan pekerjaannya, mengambilnya dan melihat bahwa itu nomor asing, dia masih dengan sopan menjawab: “Halo!”
Ivander menjernihkan tenggorokannya dan berkata: “Ariel, aku berada di Kafe di sebelah kantormu, keluarlah, ayo kita bicara.”
Ketika mendengar suara Ivander, alis Ariella terangkat, tadinya dia ingin menutup telepon, tapi kemudian mendengar Ivander berkata: “Kamu boleh tidak datang, tetapi kamu akan menanggung resikonya.”
Dia tahu bahwa Ariella tidak ingin menemuinya, hanya dengan menggunakan cara pemaksaan baru bisa membuatnya untuk datang menemuinya.
Selama bisa membuatnya kembali ke sampingnya, dia tidak peduli menggunakan metode apa. Dia lebih khawatir kehilangan Ariella selamanya dibandingkan Ariella membencinya.
Ariella mengatupkan bibirnya, tangannya yang memegang ponsel mengencang, tidak bisa mengeluarkan kalimat penolakan, karena dia takut Ivander akan menggunakan cara lain.
Jika dia sendirian, dia tidak takut Ivander menggunakan cara apa, tapi sekarang Carlson dan Teknologi Inovatif terlibat dalam masalah ini, dia tidak ingin melibatkannya karena dirinya sendiri.
Ariella menarik napas dalam-dalam, mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya: “Oke.”
Ariella mematikan ponselnya dan mengambil jaketnya kemudian pergi, butuh lebih dari 10 menit untuk sampai ke lokasi yang sudah ditentukan oleh Ivander.
Ketika baru sampai di kafe, dia sudah melihat Ivander duduk di dekat jendela lantai 2, Ivander melihatnya, melambai padanya sambil tersenyum.
Adegan seperti itu, Ariella dulu sangat amat familiar, kejadian masa lalu sedikit demi sedikit mengalir ke dalam benaknya.
Group Primedia mengumumkan bahwa mulai hari in Group Primedia dan anak perusahaannya tidak akan lagi memiliki kerjasama dengan Teknologi Inovatif, Teknologi Inovatif segera masuk dalam kondisi krisis, tetapi efeknya tidak begitu baik, dalam sekejap Carlson, Presdir Teknologi Inovatif berada di posisi puncak. .
Melihat berita ini, alis Ivander terangkat, mengeluarkan ekspresi senyum yang tidak bisa dimengerti.
Seorang Presdir PT Teknologi yang kecil ingin bersaing dengannya, dia memiliki ribuan cara untuk menghadapi Carlson itu.
Ketika Yadi melihat bahwa atasannya sedang dalam mood yang baik, dia segera berkata: “Tuan Ivander, ketika berita ini kami rilis, tidak ada ruang bagi Teknologi Inovatif untuk berkutik.”
Ivander tersenyum dingin memandang ponsel yang ada di tangannya: “Jangan senang terlalu dini, terkadang yang di permukaannya belum tentu benar.”
Yadi bertanya-tanya: “Tuan Ivander, apa maksudmu?”
“Pria bernama Carlson itu bisa membuat Wirawan si pria tua itu untuk segera menjemput orang secara pribadi, dengan hal ini saja dia tidak bisa diremehkan.” Ivander dengan dingin menatap Yadi sekilas, “Lain kali gunakan otakmu untuk bekerja. Mengikutiku selama bertahun-tahun tapi otakmu masi dangkal.”
Pria yang bernama Carlson itu, saat ini memang terlihat tidak memiliki kemampuan untuk melawan, tetapi tetap harus waspada terhadap segala trik di belakang.
Yadi segera mengangguk: “Yang dikatakan Tuan Ivander benar, lain kali aku akan menggunakan otakku untuk memikirkan berbagai hal.”
Ivander kembali berkata: “Suruh orang untuk mengawasi segala tindakan pria bernama Carlson itu, jika ada yang aneh segera beritahu aku.”
Yadi berkata: “Aku sudah menyuruh orang untuk terus mengawasinya, sepertinya dia tidak bisa memainkan trik apa pun.”
Ivander mengambil dokumen di tangannya dan memukulkannya ke kepala Yadi: “Apa yang baru saja kukatakan, apa kamu kira perkataanku angin lalu?”
“Tuan Ivander, aku …” Yadi menyentuh kepalanya, tidak bersalah dan mengeluh, dia benar-benar tidak tahu di mana letak kesalahannya.
Ivander melambaikan tangannya: “Suruh orang menyiapkan mobil, hari ini urus saja kerjaanmu, jangan merusah hal pentingku.”
Tentu saja Yadi tahu apa yang dimaksud hal penting oleh Ivander, dia segera tersenyum dan berkata: “Tuan Ivander, apakah kamu ingin aku memesan kamar terlebih dahulu, kamu dan Nona Ariella…”
Ivander menatap dingin ke arah Yadi, dengan dingin berkata: “Pergi!”
Jika Ariella bisa dengan mudah berdamai dengannya, maka itu bukan Ariella yang sudah pergi selama 3 tahun tapi masih bisa membuatnya tidak bisa melupakannya.
“Ariel…” Ivander diam-diam memanggil nama Ariella dalam hatinya.
Dia ingat, dulu Ariella suka dia memanggilnya seperti ini, dan dia juga akan memanggilnya dengan sebutan Ivan, dan juga bisa dengan sangat sombongnya mengatakan bahwa nama “Ivan” hanya boleh dia yang memanggilnya, orang lain tidak diizinkan untuk memanggilnya seperti itu.
Tetapi kebanyakan Ariella lebih sering memanggil namanya dengan lengkap, dia mengatakan bahwa nama “Ivander” dapat mewakili dirinya sepenuhnya.
Ariella pada saat itu, sifatnya panas bagai api, tapi ada sisi lembut dan kekanakan dari gadis kecil itu, yang bisa bersikap manja padanya, dan bisa membuatnya bisa mengatakan bahwa dia mencintai Ariella.
Dia seperti matahari kecil, kemana pun dia pergi dia bisa menarik perhatian banyak pria yang tak terhitung jumlahnya, Ariella yang sangat percaya diri seperti itu, bagaimana mungkin dia tidak mencintainya.
Hubungan antara keluarga Ivander dan keluarga Ariella rumit, keluarga Ariella akan berdiri di belakang keluarga Ivander secara alami, bisa dikatakan bahwa keluarga Ariella adalah aksesori pendamping keluarga Ivander.
Tapi Ariella itu tidak sama, dia masih memiliki kepercayaan diri dan harga diri di depan keluarga Ivander, tidak pernah menundukkan kepalanya.
Setelah mereka jatuh cinta, Ariella bekerja lebih keras untuk belajar, tujuannya adalah untuk menjadi seorang wanita yang sepadan berdiri di sampingnya.
Saat tahun kedua kuliahnya, Ivander mengusulkan ingin melamarnya terlebih dahulu, tunggu ketika Ariella lulus keduanya akan mengadakan resepsi pernikahan.
Saat itu, dia pikir Ariella akan menolak, tetapi tidak pernah menyangka Ariella menyetujuinya, alasannya sangat sederhana.
Ariella berkata: “Aku selalu terus mempersiapkan diri sebagai calon pengantin Ivander, kamu boleh memesanku terlebih dahulu, kemudian tunggu ketika aku cukup berkualifikasi baru aku akan menikah denganmu.”
Tahun itu, dia baru berusia 19 tahun, masih belum lulus kuliah, kedua keluarga mereka juga tidak mengatur acara pertunangan, hanya acara makan bersama antar kedua keluarga dan pertunangan itu dianggap sudah dilakukan.
Kemudian, Ariella bekerja lebih keras lagi untuk belajar, bekerja keras untuk merancang gaun pengantin. Meskipun masih kuliah, tapi desain gaun pengantinnya sudah terkenal, banyak studio bridal yang mendatanginya.
Ketika Ariella mendapatkan uang pertamanya, Ariella menraktir Ivander untuk pergi makan, dengan manja berkata padanya: “Ivander, kupikir seleramu benar-benar bagus.”
Ivander tersenyum menatapnya, “Apa maksudmu?”
Dia berkata: “Aku sekarang dapat menghasilkan uang sendiri, dan juga hasilnya lumayan, lain kali jika kamu kehilangan pekerjaanmu, aku bisa menghidupimu.”
Memikirkan segala sesuatu di masa lalu, pandangan mata Ivander memancarkan sedikit kelembutan.
Ya, Ariel-nya memang selalu begitu baik dan percaya diri, dan juga sangat mencintainya.
Tetapi kemudian, Ivander secara pribadi menghancurkan semuanya, dan juga melukainya begitu dalam, menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri Ariella dipaksa untuk meninggalkan kampung halamannya, tetapi dia sama sekali tidak melakukan apapun.
Dan sekarang, 3 tahun sudah berlalu, dia memiliki kemampuan dan kesempatan untuk datang padanya lagi, kali ini, dia tidak akan melepaskannya dengan mudah bagaimanapun itu.
“Ariel…” Ivander dengan lembut mengucapkan nama Ariella, “Kali ini tidak peduli menggunakan metode apa, aku akan membuatmu berada di sampingku.”
“Tuan Ivander, supir sudah menunggu lama, apa kamu masih mau keluar?” Meskipun Ivander menyuruh Yadi pergi, tapi jika atasannya maish belum keluar, dia mana berani pergi lebih dulu.
Ivander kembali fokus, menyembunyikan emosinya, bangkit berdiri dan pergi.
Setengah jam kemudian.
Ponsel Ariella berdering ketika dia sedang sibuk dengan pekerjaannya, mengambilnya dan melihat bahwa itu nomor asing, dia masih dengan sopan menjawab: “Halo!”
Ivander menjernihkan tenggorokannya dan berkata: “Ariel, aku berada di Kafe di sebelah kantormu, keluarlah, ayo kita bicara.”
Ketika mendengar suara Ivander, alis Ariella terangkat, tadinya dia ingin menutup telepon, tapi kemudian mendengar Ivander berkata: “Kamu boleh tidak datang, tetapi kamu akan menanggung resikonya.”
Dia tahu bahwa Ariella tidak ingin menemuinya, hanya dengan menggunakan cara pemaksaan baru bisa membuatnya untuk datang menemuinya.
Selama bisa membuatnya kembali ke sampingnya, dia tidak peduli menggunakan metode apa. Dia lebih khawatir kehilangan Ariella selamanya dibandingkan Ariella membencinya.
Ariella mengatupkan bibirnya, tangannya yang memegang ponsel mengencang, tidak bisa mengeluarkan kalimat penolakan, karena dia takut Ivander akan menggunakan cara lain.
Jika dia sendirian, dia tidak takut Ivander menggunakan cara apa, tapi sekarang Carlson dan Teknologi Inovatif terlibat dalam masalah ini, dia tidak ingin melibatkannya karena dirinya sendiri.
Ariella menarik napas dalam-dalam, mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya: “Oke.”
Ariella mematikan ponselnya dan mengambil jaketnya kemudian pergi, butuh lebih dari 10 menit untuk sampai ke lokasi yang sudah ditentukan oleh Ivander.
Ketika baru sampai di kafe, dia sudah melihat Ivander duduk di dekat jendela lantai 2, Ivander melihatnya, melambai padanya sambil tersenyum.
Adegan seperti itu, Ariella dulu sangat amat familiar, kejadian masa lalu sedikit demi sedikit mengalir ke dalam benaknya.