Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 36
Bab 36 Gadis Rumahan
Jawaban Ariella ini membuat Carlson sangat puas, Carlson memeluk kepala Ariella dan di depan umum, dan dengan lembut mencium bibirnya.
Banyak orang di sekitar yang melihatnya, Ariella sangat malu dan mendorongnya lebih keras tapi malah dipeluk dengan lebih erat olehnya, membuat tubuh Ariella menempel lebih dekat pada tubuh Carlson.
Carlson, pria ini biasanya terlihat lembut dan elegan, selalu anggun dan berkharisma dalam melakukan apapun, tetapi kekuatan ini benar-benar bukan kekuatan biasa, bagaimanapun Ariella mendorongnya sama sekali tidak bisa lepas.
Apa yang terjadi pada orang ini?
Apakah ada yang salah dengannya baru-baru ini? Dari waktu ke waktu berubah membuat Ariela tidak bisa mengejar ritmenya.
Sama ketika Ariella sudah sangat malu dan seakan ingin bersembunyi, Carlson akhirnya melepaskannya dan berkata: “Ya, ini adalah hadian terima kasih untukmu.”
Hati Ariella kacau, jiwanya datar, hadiah terima kasih ini sama sekali tidak berharga, jika ingin berterima kasih lebih baik yang lebih realistis.
Namun ketika Ariella menoleh dan mendapati tatapan mata penuh amarah di kejauhan sana, dia tidak merasa begitu lagi, lalu malah masuk ke dalam pelukan Carlson.
Pria ini adalah suaminya, dia mengumbar kemesraan dengannya, sama sekali tidak peduli dengan pandangan mata orang lain, terutama Madonna yang tidak ada hubungannya itu.
Melihat Ariella masuk ke dalam pelukannya, Carlson kemudian langsung memeluknya dan berbisik: “Waktuku malam ini kuberikan untukmu, apa lagi yang ingin kamu lakukan?”
“Biarkan aku berpikir dahulu.” Ariella mendongak, berpikir dengan sangat serius mengenai apa yang harus dilakukan bersama dengan Carlson setelahnya.
Saat ini, ponsel pribadi Carlson berdering, mendengar Carlson berkata: “Tunggu aku sebentar, aku akan mengangkat telepon terlebih dahulu.”
Ariella mengangguk: “Baik.”
Carlson pergi ke samping untuk menjawab telepon, Ariella melihat sekeliling, di samping ada sebuah toko yang menjual jus segar, kemudian dia pergi untuk membeli dua gelas jus jeruk.
Setelah selesai membeli, Ariella mengambil jus jeruk, Carlson bergegas kembali dan meminta maaf berkata: “Ariella, aku ada sedikit urusan mendesak yang harus ditangani, tidak bisa menemanimu berjalan-jalan lagi. Aku akan menyuruh orang untuk mengantarmu pulang.”
Carlson selalu sangat sibuk, Ariella mengetahuinya, dengan perhatian berkata: “Kamu uruslah urusanmu. Aku bisa pulang sendiri dengan naik bus atau MRT.”
Carlson tidak banyak bicara, mengangkat telepon menghubungi Henry, mengatakan dengan jelas posisinnya, menyuruh Henry datang dan mengantar Ariella pulang.
Menutup telepon Carlson kemudian berkata: “Aku mungkin tidak pulang malam ini, kamu pulang dan istirahat lebih awal, tidak perlu menungguku. Dan lagi tidak boleh pergi menemui Ivander lagi.”
Ariella mengangguk, tidak keburu untuk berbicara, Carlson sudah melangkah pergi dengan cepat, ini pertama kalinya dia melihat Carlson begitu khawatir.
Dia pergi dengan begitu terburu-buru, apa yang terjadi sebenarnya?
Yang bisa terpikirkan dalam benak Ariella adalah Ivander, memikirkan kata-kata Ivander di sore hari itu dan pandangan matanya, hati Ariella panik dan kacau.
Dia cepat-cepat mengangkat telepon dan menelepon Carlson, tetapi ketika dia menelepon Carlson sedang dalam panggilan telepon, dia meneleponya beberapa kali dan masih sama saja.
“Nyonya Carlson , aku datang untuk mengantarmu pulang.” Tidak lama kemudian, Henry tiba.
Ariella menutup telepon dan buru-buru bertanya: “Henry, apa ada masalah dengan Carlson? Apakah Ivander dari Group Primedia melakukan sesuatu terhadap perusahaan?”
Henry berkata: “Presdir tidak akan ada masalah, Tuan Ivander dari Group Primedia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap perusahaan, kamu jangan khawatir.”
Henry adalah orang yang dipercaya Carlson yang ada di sampingnya, apa yang tidak disuruh Carlson untuk diucapkannya, Ariella tahu bahwa jika ingin tahu berita tertentu dari mulut Henry akan sangat sulit.
Ariella membuat dirinya percaya pada Carlson, percaya dia bisa menangani masalah yang berhubungan dengan Ivander, tapi dia masih belum bisa tenang.
Setelah naik mobil, dia kembali menyalakan ponsel dan menghubungi Carlson, tapi masih tetap dalam sambungan panggilan.
Tidak bisa menghubungi Carlson, hati Ariella bertambah cemas, kembali mencari nomor ponsel yang diangkatnya di sore hari, melihat nomor telepon asing di ponselnya, ragu ingin meneleponnya untuk bertanya atau tidak.
Setelah memikirkannya, Ariella akhirnya menyimpan ponselnya. Ketika Carlson pergi, dia berkata bahwa tidak memperbolehkannya menemui Ivander lagi, bagaimanapun, dia tidak ingin membuat Carlson tidak senang.
Pada saat yang sama, Carlson duduk di mobil Bentley yang dikemudikan oleh supirnya, Gunawan, dan dengan cepat bergegas ke tempat hiburan terbesar di Kota Pasirbumi – Meise!
Gunawan, supirnya telah bekerja pada Carlson selama 20 tahun, yang setara dengan melihat Carlson tumbuh dewasa, saat ini dia melirik kaca spion dan melihat wajah Carlson yang sangat suram.
Carlson jarang memiliki ekspresi seperti itu, kecuali gadis kecil di rumah kembali membuat masalah. Terakhir kali Carlson sangat marah, itu adalah setengah tahun yang lalu ketika gadis itu baru saja memasuki lingkaran hiburan.
Dalam waktu setengah jam, mereka sudah sampai di Meise.
Ketika Carlson turun dari mobil, ekspresi wajahnya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, tetapi di wajahnya masih tertulis orang asing jangan mendekat.
Seorang pria berusia sekitar 20 tahun bergegas mendekat: “Tuan Muda, akhirnya kamu datang.”
“Di mana Polaris?” Tanya Carlson saat dia berjalan.
“Dia ada di Aula VIP Musim Semi di lantai tiga.” Pria itu bergegas berlari di depan untuk memimpin Carlson.
Aula Musim Semi?
Segera setelah mendengar nama aula itu, alis Carlson semakin mengerut dan langkahnya semakin cepat.
Melangkah ke tempat seperti Meise ini, mencium aroma alkohol yang menyengat di dalamnya, menyaksikan sepasang pria dan wanita yang saling berciuman dan berpelukan, urat di dahi Carlson muncul, ada keinginan untuk membangun kembali tempat ini.
“Tuan muda, liftnya ada di sini.” Pria itu berkata dengan hati-hati.
Carlson melirik sekilas sekeliling dan mengikuti pria itu masuk ke lift ke lantai tiga dan langsung menuju aula VIP yang disebut Aula Musim Semi.
Tempat semacam ini, di mata Carlson tampak penuh dengan bakteri di mana-mana, jika dia bisa dia bahkan ingin berhenti bernafas untuk sejenak.
Pria itu sejak kecil tumbuh di bawah keluarga Carlson, dia tahu penyakit kebersihan Carlson, dia berjalan ke depan dan memimpin Carlson: “Tuan Muda, Polaris ada di dalam.”
Membuka pintu terbuka, pemandangan di depan matanya membuat Carlson menarik napas dalam-dalam. Jika bukan karena dia memiliki pendidikan yang baik, dia pasti akan bergegas masuk ke dalam dan melemparkan sekelompok pria di dalam keluar dari ruangan.
Di tengah ruangan, seorang wanita yang mengenakan kamisol dan hot pants berteriak dan menari dengan sangat dekat dengan seorang pria.
Ada beberapa pria duduk di sofa di ruangan itu, beberapa pria itu bersiul, beberapa berteriak, pandangan mata semua pria itu bagai serigala yang lapar.
Carlson berjalan sambil melepas jaket jasnya, menarik wanita yang pakaiannya minim itu dan mengenakan jasnya di tubuhnya, kemudian berkata dengan dingin: “Apa kamu tahu apa yang kamu lakukan?”
Wanita itu mengerjapkan matanya yang indah, mengulurkan tangan untuk memegang dagu Carlson: “Carlton, bagaimana kamu bisa datang?”
Sambil berbicara dia sambil terkikik: “Jangan bilang kamu datang untuk melihatku menari. Aku akan menari sekarang untuk kamu lihat.”
Carlson menghempaskan tangan kecil yang sembarangan menyentuhnya, menggendongnya dan membawanya pergi, dia bahkan tidak ingin berbicara dengannya sepatah katapun.
“Teman-teman, aku akan pergi dulu, kita akan bermain lagi lain kali.” Di pelukan Carlson, wanita itu tidak lupa mengirim ciuman jauh ke beberapa pria di ruangan itu.
Carlson meliriknya dengan kejam, menahan kedua tangannya, tidak mengizinkan dia untuk bergerak lagi.
Jawaban Ariella ini membuat Carlson sangat puas, Carlson memeluk kepala Ariella dan di depan umum, dan dengan lembut mencium bibirnya.
Banyak orang di sekitar yang melihatnya, Ariella sangat malu dan mendorongnya lebih keras tapi malah dipeluk dengan lebih erat olehnya, membuat tubuh Ariella menempel lebih dekat pada tubuh Carlson.
Carlson, pria ini biasanya terlihat lembut dan elegan, selalu anggun dan berkharisma dalam melakukan apapun, tetapi kekuatan ini benar-benar bukan kekuatan biasa, bagaimanapun Ariella mendorongnya sama sekali tidak bisa lepas.
Apa yang terjadi pada orang ini?
Apakah ada yang salah dengannya baru-baru ini? Dari waktu ke waktu berubah membuat Ariela tidak bisa mengejar ritmenya.
Sama ketika Ariella sudah sangat malu dan seakan ingin bersembunyi, Carlson akhirnya melepaskannya dan berkata: “Ya, ini adalah hadian terima kasih untukmu.”
Hati Ariella kacau, jiwanya datar, hadiah terima kasih ini sama sekali tidak berharga, jika ingin berterima kasih lebih baik yang lebih realistis.
Namun ketika Ariella menoleh dan mendapati tatapan mata penuh amarah di kejauhan sana, dia tidak merasa begitu lagi, lalu malah masuk ke dalam pelukan Carlson.
Pria ini adalah suaminya, dia mengumbar kemesraan dengannya, sama sekali tidak peduli dengan pandangan mata orang lain, terutama Madonna yang tidak ada hubungannya itu.
Melihat Ariella masuk ke dalam pelukannya, Carlson kemudian langsung memeluknya dan berbisik: “Waktuku malam ini kuberikan untukmu, apa lagi yang ingin kamu lakukan?”
“Biarkan aku berpikir dahulu.” Ariella mendongak, berpikir dengan sangat serius mengenai apa yang harus dilakukan bersama dengan Carlson setelahnya.
Saat ini, ponsel pribadi Carlson berdering, mendengar Carlson berkata: “Tunggu aku sebentar, aku akan mengangkat telepon terlebih dahulu.”
Ariella mengangguk: “Baik.”
Carlson pergi ke samping untuk menjawab telepon, Ariella melihat sekeliling, di samping ada sebuah toko yang menjual jus segar, kemudian dia pergi untuk membeli dua gelas jus jeruk.
Setelah selesai membeli, Ariella mengambil jus jeruk, Carlson bergegas kembali dan meminta maaf berkata: “Ariella, aku ada sedikit urusan mendesak yang harus ditangani, tidak bisa menemanimu berjalan-jalan lagi. Aku akan menyuruh orang untuk mengantarmu pulang.”
Carlson selalu sangat sibuk, Ariella mengetahuinya, dengan perhatian berkata: “Kamu uruslah urusanmu. Aku bisa pulang sendiri dengan naik bus atau MRT.”
Carlson tidak banyak bicara, mengangkat telepon menghubungi Henry, mengatakan dengan jelas posisinnya, menyuruh Henry datang dan mengantar Ariella pulang.
Menutup telepon Carlson kemudian berkata: “Aku mungkin tidak pulang malam ini, kamu pulang dan istirahat lebih awal, tidak perlu menungguku. Dan lagi tidak boleh pergi menemui Ivander lagi.”
Ariella mengangguk, tidak keburu untuk berbicara, Carlson sudah melangkah pergi dengan cepat, ini pertama kalinya dia melihat Carlson begitu khawatir.
Dia pergi dengan begitu terburu-buru, apa yang terjadi sebenarnya?
Yang bisa terpikirkan dalam benak Ariella adalah Ivander, memikirkan kata-kata Ivander di sore hari itu dan pandangan matanya, hati Ariella panik dan kacau.
Dia cepat-cepat mengangkat telepon dan menelepon Carlson, tetapi ketika dia menelepon Carlson sedang dalam panggilan telepon, dia meneleponya beberapa kali dan masih sama saja.
“Nyonya Carlson , aku datang untuk mengantarmu pulang.” Tidak lama kemudian, Henry tiba.
Ariella menutup telepon dan buru-buru bertanya: “Henry, apa ada masalah dengan Carlson? Apakah Ivander dari Group Primedia melakukan sesuatu terhadap perusahaan?”
Henry berkata: “Presdir tidak akan ada masalah, Tuan Ivander dari Group Primedia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap perusahaan, kamu jangan khawatir.”
Henry adalah orang yang dipercaya Carlson yang ada di sampingnya, apa yang tidak disuruh Carlson untuk diucapkannya, Ariella tahu bahwa jika ingin tahu berita tertentu dari mulut Henry akan sangat sulit.
Ariella membuat dirinya percaya pada Carlson, percaya dia bisa menangani masalah yang berhubungan dengan Ivander, tapi dia masih belum bisa tenang.
Setelah naik mobil, dia kembali menyalakan ponsel dan menghubungi Carlson, tapi masih tetap dalam sambungan panggilan.
Tidak bisa menghubungi Carlson, hati Ariella bertambah cemas, kembali mencari nomor ponsel yang diangkatnya di sore hari, melihat nomor telepon asing di ponselnya, ragu ingin meneleponnya untuk bertanya atau tidak.
Setelah memikirkannya, Ariella akhirnya menyimpan ponselnya. Ketika Carlson pergi, dia berkata bahwa tidak memperbolehkannya menemui Ivander lagi, bagaimanapun, dia tidak ingin membuat Carlson tidak senang.
Pada saat yang sama, Carlson duduk di mobil Bentley yang dikemudikan oleh supirnya, Gunawan, dan dengan cepat bergegas ke tempat hiburan terbesar di Kota Pasirbumi – Meise!
Gunawan, supirnya telah bekerja pada Carlson selama 20 tahun, yang setara dengan melihat Carlson tumbuh dewasa, saat ini dia melirik kaca spion dan melihat wajah Carlson yang sangat suram.
Carlson jarang memiliki ekspresi seperti itu, kecuali gadis kecil di rumah kembali membuat masalah. Terakhir kali Carlson sangat marah, itu adalah setengah tahun yang lalu ketika gadis itu baru saja memasuki lingkaran hiburan.
Dalam waktu setengah jam, mereka sudah sampai di Meise.
Ketika Carlson turun dari mobil, ekspresi wajahnya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, tetapi di wajahnya masih tertulis orang asing jangan mendekat.
Seorang pria berusia sekitar 20 tahun bergegas mendekat: “Tuan Muda, akhirnya kamu datang.”
“Di mana Polaris?” Tanya Carlson saat dia berjalan.
“Dia ada di Aula VIP Musim Semi di lantai tiga.” Pria itu bergegas berlari di depan untuk memimpin Carlson.
Aula Musim Semi?
Segera setelah mendengar nama aula itu, alis Carlson semakin mengerut dan langkahnya semakin cepat.
Melangkah ke tempat seperti Meise ini, mencium aroma alkohol yang menyengat di dalamnya, menyaksikan sepasang pria dan wanita yang saling berciuman dan berpelukan, urat di dahi Carlson muncul, ada keinginan untuk membangun kembali tempat ini.
“Tuan muda, liftnya ada di sini.” Pria itu berkata dengan hati-hati.
Carlson melirik sekilas sekeliling dan mengikuti pria itu masuk ke lift ke lantai tiga dan langsung menuju aula VIP yang disebut Aula Musim Semi.
Tempat semacam ini, di mata Carlson tampak penuh dengan bakteri di mana-mana, jika dia bisa dia bahkan ingin berhenti bernafas untuk sejenak.
Pria itu sejak kecil tumbuh di bawah keluarga Carlson, dia tahu penyakit kebersihan Carlson, dia berjalan ke depan dan memimpin Carlson: “Tuan Muda, Polaris ada di dalam.”
Membuka pintu terbuka, pemandangan di depan matanya membuat Carlson menarik napas dalam-dalam. Jika bukan karena dia memiliki pendidikan yang baik, dia pasti akan bergegas masuk ke dalam dan melemparkan sekelompok pria di dalam keluar dari ruangan.
Di tengah ruangan, seorang wanita yang mengenakan kamisol dan hot pants berteriak dan menari dengan sangat dekat dengan seorang pria.
Ada beberapa pria duduk di sofa di ruangan itu, beberapa pria itu bersiul, beberapa berteriak, pandangan mata semua pria itu bagai serigala yang lapar.
Carlson berjalan sambil melepas jaket jasnya, menarik wanita yang pakaiannya minim itu dan mengenakan jasnya di tubuhnya, kemudian berkata dengan dingin: “Apa kamu tahu apa yang kamu lakukan?”
Wanita itu mengerjapkan matanya yang indah, mengulurkan tangan untuk memegang dagu Carlson: “Carlton, bagaimana kamu bisa datang?”
Sambil berbicara dia sambil terkikik: “Jangan bilang kamu datang untuk melihatku menari. Aku akan menari sekarang untuk kamu lihat.”
Carlson menghempaskan tangan kecil yang sembarangan menyentuhnya, menggendongnya dan membawanya pergi, dia bahkan tidak ingin berbicara dengannya sepatah katapun.
“Teman-teman, aku akan pergi dulu, kita akan bermain lagi lain kali.” Di pelukan Carlson, wanita itu tidak lupa mengirim ciuman jauh ke beberapa pria di ruangan itu.
Carlson meliriknya dengan kejam, menahan kedua tangannya, tidak mengizinkan dia untuk bergerak lagi.