Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 2
Bab 2 Suami Direktur
“Ya.” Divisi humas yang bertanggung jawab atas pekerjaan penerimaan berbarengan dengan staf dari divisi lain yang membantu menjawab secara bersamaan.
Tatapan Betty akhirnya jatuh pada tubuh Ariella: “Ariella, kudengar kamu adalah staf terbaik di divisi marketing. Nanti kamu mengikuti di samping Presdir baru, bertanggung jawab atas pekerjaan di samping Presdir baru, hal lainnya kamu tidak usah memikirkannya.”
Ariella mengangguk tidak menjawab, staf humas Madonna mengeluarkan pandangan mata yang bahagia di atas penderitaan orang: “Ariella, jika Presdir baru kita belum menikah, apa kamu akan mendekatinya?”
Ketika didengar memang sebuah peluang untuk menjadi dekat dengan Presdir baru, tetapi semua orang tahu bahwa ini adalah sebuah tugas yang tidak mudah dan bisa menjadi tanggung jawab Ariella karena tidak ada yang mau menerimanya.
Betty memicingkan mata dan melotot pada Madonna: “Hari ini mungkin akan berhubungan dengan nasib kita ke depannya, semuanya tolong seriuslah.”
Dimarahi oleh Betty, semua orang tidak mengatakan apa-apa lagi. Ariella menarik napas dalam, mencoba untuk mengeluarkan sikapnya yang terbaik ketika biasanya bekerja.
Tidak heran Betty begitu gugupnya, siapa yang menyangka hal ini begitu tiba-tiba.
Tepat ketika semua orang berpikir bahwa semuanya berjalan dengan tenang, dewan direksi tiba-tiba mengumumkan berita bahwa Presdir akan diganti dengan orang baru.
Dan lagi bos besar yang akan menjabat posisi itu sangat misterius, semua kepala dari berbagai divisi mencari tahu dari berbagai saluran, tetapi tidak menemukan informasi sedikitpun tentang dia.
Ariella bukanlah orang yang suka bergabung dalam keramaian, saat ini dia juga tidak bisa menahan untuk melihat ke arah pintu masuk seperti apa boss besar yang misterius itu?
“Sudah datang, sudah datang, semua dewan direksi dan Presdir baru telah tiba.” Suara resepsionis terdengar dari walkie-talkie ke telinga semua staf.
Semua rekan kerja tanpa sadar merapikan pakaian mereka, berdiri dengan hormat di tempat mereka.
Ariella mengikuti di belakang Betty, pergi untuk menyambut Boss besar misterius yang telah lama dinantikan semua orang.
Baru berjalan beberapa langkah, sudah melihat seorang pria jangkung yang memakai jas abu-abu berjalan ke arah aula dengan langkah yang sangat elegan di hadapan beberapa pria berjas hitam yang mengawalnya.
Jika tidak melihat dia tidak gugup, setelah melihatnya Ariella tercengang.
Pria jangkung yang berjalan di depan kerumunan yang mengenakan jas abu-abu itu merupakan suaminya — Carlson!
“Tidak mungkin!” Ariella mengira itu adalah ilusinya, segera menutup matanya dan menggelengkan kepalanya agar dirinya tersadar.
Tetapi ketika dia membuka matanya dan melihat lagi, wajah pria itu masih tidak berubah.
Jika merupakan orang lain dia mungkin akan salah mengenalinya, tapi ini adalah suaminya, dia tidak mungkin salah mengenalinya.
Wajah yang sempurna itu, dengan tinggi 188 cm dan juga bentuk tubuh yang sangat bagus, dan juga keanggunan yang terlihat ketika dia berjalan. Pria ini dilihat dari manapun memang merupakan suami yang baru menikah dengannya itu.
“Carl, Carlson?” Ariella menatap pria itu lurus-urus, tanpa sadar menyebutkan namanya.
Seakan mendengar suara Ariella, tatapan pria itu berpindah dan berhenti padanya. Bertatapan dengan pandangan matanya, Ariella sangat gugup hingga dia hampir lupa bernapas. Bagaimanapun dia tidak menyangka bahwa suami “biasa” yang baru menikah dengannya itu berubah menjadi Presdir baru di perusahaan tempatnya bekerja. Ariella menatapnya, otaknya bagai meledak dan berdenging.
Tatapan pria itu berhenti sejenak di tubuhnya sejenak dan kemudian berpindah, acuh tak acuh seolah-olah dia tidak mengenalnya sama sekali. Mengenai ketidakpeduliannya, hati Ariella seketika merosot jatuh. Dia jelas-jelas adalah Carlson, merupakan suami yang baru menikah dengannya, mengapa dia harus menatapnya dengan pandangan mata acuh tak acuh seperti itu? Tetapi saat ini, hati Ariella sudah memikirkan berbagai macam pemikiran.
Yang paling dekat dengan kenyataan adalah dia berpikir bahwa pada saat ini dia sedang bermimpi, sedang bermimpi hal yang sangat tidak realistis. Carlson itu selalu bersikap lembut dan elegan, juga sangat sopan untuk ketika berbicara dan bersikap, dia tidak mungkin bersikap berpura-pura tidak mengenalnya ketika melihatnya.
Dia dengan kejam menggunakan tangannya untuk mencubit dirinya sendiri, kesakitan hingga mengerucutkan bibirnya, kemudian menyadari bahwa ini bukan mimpi dan itu merupakan apa yang dia alami sekarang. Karena ini bukan mimpi, masih ada satu kemungkinan yaitu pria ini memiliki wajah yang sama dengan Carlson, sebenarnya merupakan orang yang berbeda dan bukanlah Carlson.
Betty dengan keras menarik Ariella, berbisik dan berkata: “Ariella, apa yang kamu lakukan di kondisi seperti ini?”
Ariella seperti tersadar dari mimpi, sedikit jengkel karena dirinya tidak fokus.
Betty berbisik lagi dan berkata: “Ayo cepat ikuti.”
Ariella mengangguk, dengan cepat mengikuti di belakang Presdir baru, di saat yang bersamaan dia menyembunyikan emosi pribadinya, menghadapi bos besarnya yang mirip dengan suaminya itu dengan profesional.
Betty dengan cepat melangkah untuk mengejar langkahnya yang tertinggal dari Presdir baru dan kawanannya, membuka pintu ruang konferensi pers untuk mereka: “Sambutlah Dewan Direksi dan Presdir baru kita!” Seiring suara jernih Betty yang menggema, aula konferensi yang besar dipenuhi dengan suara tepuk tangan yang meriah, semua orang menatap pintu masuk dengan mata yang terbuka lebar, menunggu kemunculan boss besar yang misterius.
Ariella menghela nafas panjang, mengikuti di belakang Boss besar, setelah Boss besar duduk, dia menyerahkan materi yang sudah disiapkan kepadanya. Meskipun dia memiliki sikap profesional saat bekerja, tapi boss baru di kantor adalah suami yang baru menikah dengannya dan ini merupakan pukulan yang besar untuknya, tangannya tidak sengaja gemetar, dan menyebabkan materi yang ada di tangannya jatuh.
Ariella sedang bersiap untuk berjongkok dan mengambil materi yang terjatuh, Carlson membungkuk dan meraihnya sebelum Ariella mengambilnya, kemudian mendengar dia berbisik di telinganya dan berkata: “Ketika pulang nanti tunggu aku di rumah.”
Jika Carlson tidak mengatakan kalimat ini, Ariella masih bisa memaksa untuk menganggap bahwa orang ini hanyalah orang yang berwajah sama dengan suaminya. Setelah mengatakan ini, seluruh otak Ariella seakan meledak, dengan bodohnya tercengang dan lupa apa yang harus dilakukan.
Untungnya perhatian para wartawan bukan berada padanya, membuatnya memiliki sedikit waktu untuk menyesuaikan emosinya.
Namun para wartawan tidak memperhatikannya, tapi pandangan mata pada staf humas tidak melewatkan kejadian kecil ini.
Divisi humas sudah sangat bersiap, berbagai divisi juga bekerja sama dengan baik, Carlson juga memiliki kharisma yang cukup untuk memimpin keadaan, sehingga konferensi pers ini diselenggarakan dengan sangat sukses.
Presdir baru dan kawanannya baru saja pergi, Madonna segera datang: “Ariella, tadi kamu baru saja secara tidak sengaja menjatuhkan dokumen-dokumen itu, benar-benar berhasil menarik perhatian Presdir baru kita.”
Ariella memicingkan alisnya, berbalik dan berkata kepada Betty: “Manajer Betty, masalah divisi humas sudah selesai, aku akan kembali ke divisi marketing.”
Melihat punggung Ariella, Madonna sangat marah hingga menghentakkan kakinya: “Dia mengabaikanku, dia ternyata mengabaikanku. Kenapa dia begitu sombongnya?”
Betty melotot sekilas pada Madonna: “Jangan hanya tahu mencari masalah, jika kamu masih terus membuat masalah, orang berikutnya yang akan dipecat mungkin adalah kamu. Jika kamu memiliki kemampuan maka lakukan pekerjaanmu dengan baik. Hanya dengan memiliki posisi yang lebih tinggi darinya, maka kamu juga bisa bersikap sombong.”
Madonna memelototi bagian belakang punggung Ariella yang berjalan menjauh, menggertakkan giginya dengan kejam berkata: “Kak, aku tahu.”
“Ya.” Divisi humas yang bertanggung jawab atas pekerjaan penerimaan berbarengan dengan staf dari divisi lain yang membantu menjawab secara bersamaan.
Tatapan Betty akhirnya jatuh pada tubuh Ariella: “Ariella, kudengar kamu adalah staf terbaik di divisi marketing. Nanti kamu mengikuti di samping Presdir baru, bertanggung jawab atas pekerjaan di samping Presdir baru, hal lainnya kamu tidak usah memikirkannya.”
Ariella mengangguk tidak menjawab, staf humas Madonna mengeluarkan pandangan mata yang bahagia di atas penderitaan orang: “Ariella, jika Presdir baru kita belum menikah, apa kamu akan mendekatinya?”
Ketika didengar memang sebuah peluang untuk menjadi dekat dengan Presdir baru, tetapi semua orang tahu bahwa ini adalah sebuah tugas yang tidak mudah dan bisa menjadi tanggung jawab Ariella karena tidak ada yang mau menerimanya.
Betty memicingkan mata dan melotot pada Madonna: “Hari ini mungkin akan berhubungan dengan nasib kita ke depannya, semuanya tolong seriuslah.”
Dimarahi oleh Betty, semua orang tidak mengatakan apa-apa lagi. Ariella menarik napas dalam, mencoba untuk mengeluarkan sikapnya yang terbaik ketika biasanya bekerja.
Tidak heran Betty begitu gugupnya, siapa yang menyangka hal ini begitu tiba-tiba.
Tepat ketika semua orang berpikir bahwa semuanya berjalan dengan tenang, dewan direksi tiba-tiba mengumumkan berita bahwa Presdir akan diganti dengan orang baru.
Dan lagi bos besar yang akan menjabat posisi itu sangat misterius, semua kepala dari berbagai divisi mencari tahu dari berbagai saluran, tetapi tidak menemukan informasi sedikitpun tentang dia.
Ariella bukanlah orang yang suka bergabung dalam keramaian, saat ini dia juga tidak bisa menahan untuk melihat ke arah pintu masuk seperti apa boss besar yang misterius itu?
“Sudah datang, sudah datang, semua dewan direksi dan Presdir baru telah tiba.” Suara resepsionis terdengar dari walkie-talkie ke telinga semua staf.
Semua rekan kerja tanpa sadar merapikan pakaian mereka, berdiri dengan hormat di tempat mereka.
Ariella mengikuti di belakang Betty, pergi untuk menyambut Boss besar misterius yang telah lama dinantikan semua orang.
Baru berjalan beberapa langkah, sudah melihat seorang pria jangkung yang memakai jas abu-abu berjalan ke arah aula dengan langkah yang sangat elegan di hadapan beberapa pria berjas hitam yang mengawalnya.
Jika tidak melihat dia tidak gugup, setelah melihatnya Ariella tercengang.
Pria jangkung yang berjalan di depan kerumunan yang mengenakan jas abu-abu itu merupakan suaminya — Carlson!
“Tidak mungkin!” Ariella mengira itu adalah ilusinya, segera menutup matanya dan menggelengkan kepalanya agar dirinya tersadar.
Tetapi ketika dia membuka matanya dan melihat lagi, wajah pria itu masih tidak berubah.
Jika merupakan orang lain dia mungkin akan salah mengenalinya, tapi ini adalah suaminya, dia tidak mungkin salah mengenalinya.
Wajah yang sempurna itu, dengan tinggi 188 cm dan juga bentuk tubuh yang sangat bagus, dan juga keanggunan yang terlihat ketika dia berjalan. Pria ini dilihat dari manapun memang merupakan suami yang baru menikah dengannya itu.
“Carl, Carlson?” Ariella menatap pria itu lurus-urus, tanpa sadar menyebutkan namanya.
Seakan mendengar suara Ariella, tatapan pria itu berpindah dan berhenti padanya. Bertatapan dengan pandangan matanya, Ariella sangat gugup hingga dia hampir lupa bernapas. Bagaimanapun dia tidak menyangka bahwa suami “biasa” yang baru menikah dengannya itu berubah menjadi Presdir baru di perusahaan tempatnya bekerja. Ariella menatapnya, otaknya bagai meledak dan berdenging.
Tatapan pria itu berhenti sejenak di tubuhnya sejenak dan kemudian berpindah, acuh tak acuh seolah-olah dia tidak mengenalnya sama sekali. Mengenai ketidakpeduliannya, hati Ariella seketika merosot jatuh. Dia jelas-jelas adalah Carlson, merupakan suami yang baru menikah dengannya, mengapa dia harus menatapnya dengan pandangan mata acuh tak acuh seperti itu? Tetapi saat ini, hati Ariella sudah memikirkan berbagai macam pemikiran.
Yang paling dekat dengan kenyataan adalah dia berpikir bahwa pada saat ini dia sedang bermimpi, sedang bermimpi hal yang sangat tidak realistis. Carlson itu selalu bersikap lembut dan elegan, juga sangat sopan untuk ketika berbicara dan bersikap, dia tidak mungkin bersikap berpura-pura tidak mengenalnya ketika melihatnya.
Dia dengan kejam menggunakan tangannya untuk mencubit dirinya sendiri, kesakitan hingga mengerucutkan bibirnya, kemudian menyadari bahwa ini bukan mimpi dan itu merupakan apa yang dia alami sekarang. Karena ini bukan mimpi, masih ada satu kemungkinan yaitu pria ini memiliki wajah yang sama dengan Carlson, sebenarnya merupakan orang yang berbeda dan bukanlah Carlson.
Betty dengan keras menarik Ariella, berbisik dan berkata: “Ariella, apa yang kamu lakukan di kondisi seperti ini?”
Ariella seperti tersadar dari mimpi, sedikit jengkel karena dirinya tidak fokus.
Betty berbisik lagi dan berkata: “Ayo cepat ikuti.”
Ariella mengangguk, dengan cepat mengikuti di belakang Presdir baru, di saat yang bersamaan dia menyembunyikan emosi pribadinya, menghadapi bos besarnya yang mirip dengan suaminya itu dengan profesional.
Betty dengan cepat melangkah untuk mengejar langkahnya yang tertinggal dari Presdir baru dan kawanannya, membuka pintu ruang konferensi pers untuk mereka: “Sambutlah Dewan Direksi dan Presdir baru kita!” Seiring suara jernih Betty yang menggema, aula konferensi yang besar dipenuhi dengan suara tepuk tangan yang meriah, semua orang menatap pintu masuk dengan mata yang terbuka lebar, menunggu kemunculan boss besar yang misterius.
Ariella menghela nafas panjang, mengikuti di belakang Boss besar, setelah Boss besar duduk, dia menyerahkan materi yang sudah disiapkan kepadanya. Meskipun dia memiliki sikap profesional saat bekerja, tapi boss baru di kantor adalah suami yang baru menikah dengannya dan ini merupakan pukulan yang besar untuknya, tangannya tidak sengaja gemetar, dan menyebabkan materi yang ada di tangannya jatuh.
Ariella sedang bersiap untuk berjongkok dan mengambil materi yang terjatuh, Carlson membungkuk dan meraihnya sebelum Ariella mengambilnya, kemudian mendengar dia berbisik di telinganya dan berkata: “Ketika pulang nanti tunggu aku di rumah.”
Jika Carlson tidak mengatakan kalimat ini, Ariella masih bisa memaksa untuk menganggap bahwa orang ini hanyalah orang yang berwajah sama dengan suaminya. Setelah mengatakan ini, seluruh otak Ariella seakan meledak, dengan bodohnya tercengang dan lupa apa yang harus dilakukan.
Untungnya perhatian para wartawan bukan berada padanya, membuatnya memiliki sedikit waktu untuk menyesuaikan emosinya.
Namun para wartawan tidak memperhatikannya, tapi pandangan mata pada staf humas tidak melewatkan kejadian kecil ini.
Divisi humas sudah sangat bersiap, berbagai divisi juga bekerja sama dengan baik, Carlson juga memiliki kharisma yang cukup untuk memimpin keadaan, sehingga konferensi pers ini diselenggarakan dengan sangat sukses.
Presdir baru dan kawanannya baru saja pergi, Madonna segera datang: “Ariella, tadi kamu baru saja secara tidak sengaja menjatuhkan dokumen-dokumen itu, benar-benar berhasil menarik perhatian Presdir baru kita.”
Ariella memicingkan alisnya, berbalik dan berkata kepada Betty: “Manajer Betty, masalah divisi humas sudah selesai, aku akan kembali ke divisi marketing.”
Melihat punggung Ariella, Madonna sangat marah hingga menghentakkan kakinya: “Dia mengabaikanku, dia ternyata mengabaikanku. Kenapa dia begitu sombongnya?”
Betty melotot sekilas pada Madonna: “Jangan hanya tahu mencari masalah, jika kamu masih terus membuat masalah, orang berikutnya yang akan dipecat mungkin adalah kamu. Jika kamu memiliki kemampuan maka lakukan pekerjaanmu dengan baik. Hanya dengan memiliki posisi yang lebih tinggi darinya, maka kamu juga bisa bersikap sombong.”
Madonna memelototi bagian belakang punggung Ariella yang berjalan menjauh, menggertakkan giginya dengan kejam berkata: “Kak, aku tahu.”