Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 1039
Bab 1039 Demam Tinggi
“Tuan muda Tanjaya?” karena takut, Jane dengan hati-hati mendekatinya, sudah dekatpun, Sebastian masih belum berasakan keberadaannya.
Bukan, secara akurat, dia terpesona melihat keluar ke satu arah, rohnya juga sudah pergi, yang tinggal di sini hanya tubuhnya saja, makanya dia tidak takut angina bertiup, juga tidak dengar dia.
Kalau tidak karena itu, Jane tiba-tiba merasa kasihan kepadanya. Tentu saja hanya sedikit, sedikit sampai tidak bisa menyadarinya.
Jane melihat dia, segera menutup jendela, berbalik ke samping Sebastian : “Sebastian, kamu cari mati ya?”
Kali ini, dapat mendengar suaranya, dalam mata Sebastian ada cahaya.
Tetapi, ketika dia melihat wajahnya, cahaya di matanya memudar, terakhir hanya sisa keheningan.
Dia bukan dia, dia bukan orang yang selalu ditunggunya itu.
Pahit, dalam hatinya menyebar asam, dia tahu walaupun dia hidup, mati atau sakit, orang itu tidak akan mempedulikannya.
Jelas sekali tahu akan begini, tetapi tiap kali berfikir pasti akan sedih.
Tidak tahu apa yang diharapkannya?
Dia tidak tahu kenapa dia tetap begitu?
Dia tidak tahu kenapa dia membuat dirinya sendiri seperti hantu
Dia sudah lelah, ngantuk, cape, tidak mau memikirkan orang itu lagi. Sebastian memejamkan matanya, semuanya sudah selesai.
“Sebastian, apa kamu dengar apa yang aku ngomong? Jane menggoyangkan tangannya di depan Sebastian, tampang dia seperti ini sangat menakutkan.”
Dia ada di depannya, tetapi dia malah merasa dia tidak ada, seperti rohnya diambil, hidup atau mati tidak ada bedanya untuk dia.
Jane menebak, di dalam hatinya di sebuah tempat yang sangat rahasia, tidak ada orang lain yang menyentuhnya, juga tidak bisa membuka rahasianya.
Dia berlutut disampingnya, memukul pelan-pelan telapak tangannya: “Sebastian, hidup hanya sekali, tidak bisa kembali. Ini adalah perkataan games yang pernah aku mainkan.”
“Karena perkataan ini, aku selalu memberitahu diri sendiri, mencintai diri sendiri dan keluarga. Kamu lihat aku, ayahku kecelakan mobil, perusahaan ayah diambil orang, ibu berbaring sakit, aku dihancurkan olehmu, tapi aku tidak berpikir untuk mati.”
“Karena orang hidup pasti ada harapan, mati akan sisa abu, apapun sudah tidak ada. Kamu pikir, jika suatu hari, kamu dibakar menjadi abu, dimasukkan ke dalam kotak kecil, dikubur didalam tanah, waktu itu kamu bisa apa?”
Dia menghela nafas: “Makanya terima saja, tidak ada halangan yang tidak bisa dilewati, tidak ada hal yang lebih penting dari hidup.”
Jane sekaligus berkata banyak, berbicara selama tahun-tahun ini bagaimana kehidupan sendiri, siapa tahu Sebastian malah tertidur di sofa.
Sialan ini!
Dia sudah bicara tentang teori kehidupan manusia, dia malah tidur, tidak masuk ke telinga, apalagi ke dalam hati.
Janemenggigit gigi, ingin menendangnya, tetapi dengan cepat, dia menyadari keanehannya, dia merasa hawa yang dikeluarkanya sangat panas, panasnya tidak biasa.
Janesegera mengulurkan tangannya memegang dahinya, setelah begitu, dia merasa tangannya hamper panas terbakar karena suhu badannya.
Malam kehujanan dengan dia, sekarang menutup diri di kamar ketiup angin, dia juga bukan anak emas, tidak panas baru aneh.
“Sebastian, aku berharap bisa melemparmu ke bawah dari jendela.” Jane sambil marah sambil membantunya berbaring di ranjang.
Orang ini sangat tinggi, badan juga berat, waktu dia membantunya, seluruh berat badannya bertumpu ke dia, hampir membuat patah pinggangnya.
Melempar dia ke ranjang, Jane kehilangan keseimbangan, juga ikut jatuh, jatuh ke dalam pelukannya.
Dia baru berpikir untuk bangun, tiba-tiba dia mengulurkan tangan, memeluknya: “Jangan pergi!”
Janeberusaha menghalau tangannya: “Aku tidak pergi, kamu mau demam tinggi sampai mati?”
“Jangan pergi!” dia masih mengucapkan dua kata ini, suaranya sangat lemah, tetapi tenaga untuk memeluknya kuat.
“Aku bukannya obat penurun panas, kamu peluk aku buat apa?” Lelaki ini, mungkin dari kecil kekurangan cinta ibu, pas sakit langsung menjadikannya ibu.
Jujur, dia yang sekarang ini, masih seperti anak-anak, tidak ada tenaga sekuat waktu sadar, juga tidak ada mulut jahat, dia begitu tenang seperti bayi yang baru lahir.
“Jangan pergi!” dia memeluknya, dengan erat memeluknya, di dalam mulutnya masih ada dua kata itu.
“Baik, aku tidak pergi. Anak, kamu juga harus menurut, mama akan menemanimu.” Jane mengusap kepalanya, dia kekurangan cinta ibu, dia begitu sedih harus berpura-pura menjadi ibu nya.
Ternyata, mendengar dia memanggilnya anak, lelaki ini tidak berteriak lagi, menurut dan tidur.
“Kalau aku melahirkan anak sebesar kamu, pasti akan mati.” Jane tidak bisa menahan diri untuk tertawa, orang ini tidak peduli sangat kuat, hanya waktu sakit, masih seperti anak kecil yang lemah.
Dia memperhatikannya, tampang dia sangat ganteng, tidak peduli semua tubuh dan suaranya sangat bagus.
Puih!
Dia sedang pikir apa? Walaupun dia ganteng tidak bisa menutupi semua kejelekannya.
Kalau bukan dia baik hati, dia pasti akan menggunakan kesempatan ini untuk membereskannya, membuat dia menangis dan berlutut dihadapannya —- Ibu!
Susah payah keluar dari pelukannya, Janeburu-buru menghubungi petugas hotel mencari dokter.
Dokter menyuntik obat penurun panas ke Sebastian, juga membuka resep, membiarkan Jane kasih dia makan.
Dokter berpesan, setiap setengah jam ukur suhu badan, kalau panas tidak turun harus ke rumah sakit.
Setelah mengantar dokter, Janebalik ke kamar, memegang dahi Sebastian, merasa sudah lebih baik, dia menghela nafas.
Dia duduk di ranjang: “Sebastian, dengar tidak, kalau panas tidak turun lagi, harus ke rumah sakit. Kamu lihat hujan deras angin besar di luar, jalanan juga sudah tergenang air, kamu tidak turun panas, hanya bisa mati karena demam tinggi, kamu lihat sendiri deh.”
“Sebastian, di dalam hatimu menyembunyikan apa?” Jane melihat dia, “keluarga yang terpecah belah? Pacar masih kabur dengan lelaki lain?”
Setelah berpikir-pikir, Jane hanya merasa keluarganya yang membuat luka ini semakin besar.
Mungkin karena beberapa tahun ini membuat “Tuan Tanjaya” seperti dewa di kota Minluo, tetapi tidak pernah menyebutkan istrinya.
Jane merasa mungkin Tuan Tanjaya dan istrinya bercerai sendiri membawa anak, dia juga sibuk, sampai mengabaikan anaknya.
Maka Sebastian tidak mendapatkan cinta ayah dan ibunya, pelan-pelan menjadi dewasa akan berubah menjadi aneh.
“Tuan muda Tanjaya?” karena takut, Jane dengan hati-hati mendekatinya, sudah dekatpun, Sebastian masih belum berasakan keberadaannya.
Bukan, secara akurat, dia terpesona melihat keluar ke satu arah, rohnya juga sudah pergi, yang tinggal di sini hanya tubuhnya saja, makanya dia tidak takut angina bertiup, juga tidak dengar dia.
Kalau tidak karena itu, Jane tiba-tiba merasa kasihan kepadanya. Tentu saja hanya sedikit, sedikit sampai tidak bisa menyadarinya.
Jane melihat dia, segera menutup jendela, berbalik ke samping Sebastian : “Sebastian, kamu cari mati ya?”
Kali ini, dapat mendengar suaranya, dalam mata Sebastian ada cahaya.
Tetapi, ketika dia melihat wajahnya, cahaya di matanya memudar, terakhir hanya sisa keheningan.
Dia bukan dia, dia bukan orang yang selalu ditunggunya itu.
Pahit, dalam hatinya menyebar asam, dia tahu walaupun dia hidup, mati atau sakit, orang itu tidak akan mempedulikannya.
Jelas sekali tahu akan begini, tetapi tiap kali berfikir pasti akan sedih.
Tidak tahu apa yang diharapkannya?
Dia tidak tahu kenapa dia tetap begitu?
Dia tidak tahu kenapa dia membuat dirinya sendiri seperti hantu
Dia sudah lelah, ngantuk, cape, tidak mau memikirkan orang itu lagi. Sebastian memejamkan matanya, semuanya sudah selesai.
“Sebastian, apa kamu dengar apa yang aku ngomong? Jane menggoyangkan tangannya di depan Sebastian, tampang dia seperti ini sangat menakutkan.”
Dia ada di depannya, tetapi dia malah merasa dia tidak ada, seperti rohnya diambil, hidup atau mati tidak ada bedanya untuk dia.
Jane menebak, di dalam hatinya di sebuah tempat yang sangat rahasia, tidak ada orang lain yang menyentuhnya, juga tidak bisa membuka rahasianya.
Dia berlutut disampingnya, memukul pelan-pelan telapak tangannya: “Sebastian, hidup hanya sekali, tidak bisa kembali. Ini adalah perkataan games yang pernah aku mainkan.”
“Karena perkataan ini, aku selalu memberitahu diri sendiri, mencintai diri sendiri dan keluarga. Kamu lihat aku, ayahku kecelakan mobil, perusahaan ayah diambil orang, ibu berbaring sakit, aku dihancurkan olehmu, tapi aku tidak berpikir untuk mati.”
“Karena orang hidup pasti ada harapan, mati akan sisa abu, apapun sudah tidak ada. Kamu pikir, jika suatu hari, kamu dibakar menjadi abu, dimasukkan ke dalam kotak kecil, dikubur didalam tanah, waktu itu kamu bisa apa?”
Dia menghela nafas: “Makanya terima saja, tidak ada halangan yang tidak bisa dilewati, tidak ada hal yang lebih penting dari hidup.”
Jane sekaligus berkata banyak, berbicara selama tahun-tahun ini bagaimana kehidupan sendiri, siapa tahu Sebastian malah tertidur di sofa.
Sialan ini!
Dia sudah bicara tentang teori kehidupan manusia, dia malah tidur, tidak masuk ke telinga, apalagi ke dalam hati.
Janemenggigit gigi, ingin menendangnya, tetapi dengan cepat, dia menyadari keanehannya, dia merasa hawa yang dikeluarkanya sangat panas, panasnya tidak biasa.
Janesegera mengulurkan tangannya memegang dahinya, setelah begitu, dia merasa tangannya hamper panas terbakar karena suhu badannya.
Malam kehujanan dengan dia, sekarang menutup diri di kamar ketiup angin, dia juga bukan anak emas, tidak panas baru aneh.
“Sebastian, aku berharap bisa melemparmu ke bawah dari jendela.” Jane sambil marah sambil membantunya berbaring di ranjang.
Orang ini sangat tinggi, badan juga berat, waktu dia membantunya, seluruh berat badannya bertumpu ke dia, hampir membuat patah pinggangnya.
Melempar dia ke ranjang, Jane kehilangan keseimbangan, juga ikut jatuh, jatuh ke dalam pelukannya.
Dia baru berpikir untuk bangun, tiba-tiba dia mengulurkan tangan, memeluknya: “Jangan pergi!”
Janeberusaha menghalau tangannya: “Aku tidak pergi, kamu mau demam tinggi sampai mati?”
“Jangan pergi!” dia masih mengucapkan dua kata ini, suaranya sangat lemah, tetapi tenaga untuk memeluknya kuat.
“Aku bukannya obat penurun panas, kamu peluk aku buat apa?” Lelaki ini, mungkin dari kecil kekurangan cinta ibu, pas sakit langsung menjadikannya ibu.
Jujur, dia yang sekarang ini, masih seperti anak-anak, tidak ada tenaga sekuat waktu sadar, juga tidak ada mulut jahat, dia begitu tenang seperti bayi yang baru lahir.
“Jangan pergi!” dia memeluknya, dengan erat memeluknya, di dalam mulutnya masih ada dua kata itu.
“Baik, aku tidak pergi. Anak, kamu juga harus menurut, mama akan menemanimu.” Jane mengusap kepalanya, dia kekurangan cinta ibu, dia begitu sedih harus berpura-pura menjadi ibu nya.
Ternyata, mendengar dia memanggilnya anak, lelaki ini tidak berteriak lagi, menurut dan tidur.
“Kalau aku melahirkan anak sebesar kamu, pasti akan mati.” Jane tidak bisa menahan diri untuk tertawa, orang ini tidak peduli sangat kuat, hanya waktu sakit, masih seperti anak kecil yang lemah.
Dia memperhatikannya, tampang dia sangat ganteng, tidak peduli semua tubuh dan suaranya sangat bagus.
Puih!
Dia sedang pikir apa? Walaupun dia ganteng tidak bisa menutupi semua kejelekannya.
Kalau bukan dia baik hati, dia pasti akan menggunakan kesempatan ini untuk membereskannya, membuat dia menangis dan berlutut dihadapannya —- Ibu!
Susah payah keluar dari pelukannya, Janeburu-buru menghubungi petugas hotel mencari dokter.
Dokter menyuntik obat penurun panas ke Sebastian, juga membuka resep, membiarkan Jane kasih dia makan.
Dokter berpesan, setiap setengah jam ukur suhu badan, kalau panas tidak turun harus ke rumah sakit.
Setelah mengantar dokter, Janebalik ke kamar, memegang dahi Sebastian, merasa sudah lebih baik, dia menghela nafas.
Dia duduk di ranjang: “Sebastian, dengar tidak, kalau panas tidak turun lagi, harus ke rumah sakit. Kamu lihat hujan deras angin besar di luar, jalanan juga sudah tergenang air, kamu tidak turun panas, hanya bisa mati karena demam tinggi, kamu lihat sendiri deh.”
“Sebastian, di dalam hatimu menyembunyikan apa?” Jane melihat dia, “keluarga yang terpecah belah? Pacar masih kabur dengan lelaki lain?”
Setelah berpikir-pikir, Jane hanya merasa keluarganya yang membuat luka ini semakin besar.
Mungkin karena beberapa tahun ini membuat “Tuan Tanjaya” seperti dewa di kota Minluo, tetapi tidak pernah menyebutkan istrinya.
Jane merasa mungkin Tuan Tanjaya dan istrinya bercerai sendiri membawa anak, dia juga sibuk, sampai mengabaikan anaknya.
Maka Sebastian tidak mendapatkan cinta ayah dan ibunya, pelan-pelan menjadi dewasa akan berubah menjadi aneh.