Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 1037
Bab 1037 Bertengkar
Angin bertiup makin kencang, hujan turun makin deras, pintu gerbang mall ini sudah tidak bisa menjadi tempat teduh.
Tiba-tiba angin bertiup besar sekali, meniup Jane yang membuatnya seperti ingin jatuh, hampir jatuh ke lantai, untung Sebastian bergerak cepat, pas untuk menariknya.
“angkat tangan kotormu!” dia dengan sekuat tenaga mendorongnya, tidak melukai dia, malah membuat dirinya kehilangan keseimbangan, bruk jatuh di tanah, “Kamu…… Kamu……”
Lelaki sialan ini! Dia pasti sengaja! Pasti sengaja! Dia tidak melihat dia ok! Pasti dia mau membuatnya mati!
“aku kenapa?” Sebastian memandangnya, seperti Raja yang melihat budaknya.
“Kamu….” Jane berdiri, api yang membara di dada, tidak bisa ditahannya lagi, sudah mau meledak.
Emosinya sudah mau meledak, dia malah dingin seperti penonton, Jane merasa jikat tidak muntah darah, itu keberuntungannya.
Angin masih bertiup, hujan masih turun, jika tidak segera pulang, maka mereka tidak dapat pulang lagi.
Tiba-tiba, dalam otak Sebastian terlintas, ada perkataan yang mengatakan dia seperti anak-anak, kapan dia ada waktu untuk bertengkar dengan seorang wanita disini?
Dia mengeleng-gelengkan kepala, dengan suara lembut: “Sudah selesai, ayo pulang dengan aku.”
“Kalau kamu suruh aku pulang, aku harus pulang?” Apa dia menganggap dia anjing kecil atau kucing kecil yang akan menuruti dia?
“Masih ingin bermain?”
“Ya benar, aku masih ingin bermain. Sebaiknya kamu mengeluarkan segala permainanmu, kalau aku kalah, aku akan ikut margamu. ”
Sebastian dengan muka merah, mengontrol emosinya: “Baik, kamu masih mau main, aku temeni. Coba bilang, mau gimana main? Masih ada berapa lelaki yang mengurusi mu?”
“Kalau pria lebih banyak lebih bagus.” Jane menggigit gigi, melihat tampang dia seperti orang yang tidak peduli, dia ingin memukul orang.
Tidak hanya berpikir untuk memukul orang, gerakan nya lebih cepat dari otaknya, di langsung memukul Sebastian : “Sebastian, brengsek! Sialan! Hari ini aku pasti akan membunuhmu.
“Jane, apa kamu sudah gila?” Sebastian menangkap tangannya, dengan marah melihat dia, “aku peringatkan, segera berhenti, jika tidak awas.”
Jane menendangnya: “Aku gila? Kamu bawa aku ke tempat apa ini, meninggalkan aku di airport, masih berani bilang aku gila. Aku kasih tahu ya, hari ini kalau tidak membunuhmu, aku akan membalikkan namaku.”
Dari perkataan Jane, Sebastian segera menangkap beberapa kata: “Aku meninggalkanmu di airport? Bukannya kamu yang mau main petak umpat?”
“Aku main petak umpat denganmu?” Jane mengangkat kaki, dengan keras menginjak kakinya, “Sebastian, sialan kamu! Brengsek! Begini membuat aku menderita, kamu baru senang? Apa yang kulakukan, mengapa kamu begini kepadaku?”
Dia tidak ingat pernah berbuat salah kepadanya, kenapa dia memakai cara yang kejam menghukumnya, dia juga tidak hutang di kehidupan yang lalu.
Kali ini, Sebastian tidak menghindar, membiarkannya memukul dadanya, sampai dia lelah, baru mengendong dia ke pelukannya: “Kalau mau lari. Lari lebih jauh, dan lebih lama. Begini cepat sudah menyerah, apa itu sifat kamu, Jane?”
“Sebastian, biadab kamu!” Jane mengepal tangannya, menonjok muka Sebastian, dia tidak menghindar, pukulan ini sangat keras, mukanya sampai keliatan biru.
Seumur hidupnya baru pernah dipukul wanita, muka Sebastian berubah, jika tidak menerima pendidikan yang bagus, pasti akan dibalas kembali, bisa membuat wanita sialan ini terbang.
Tapi Jane tidak belajar menahan diri, satu pukulan tidak puas, masih memukulnya 2x, kali ini, Sebastian tidak membiarkannya lagi.
Dia menangkap tangannya, membuang tangannya ke punggungnya, membawanya ke tengah hujan lebat, dia mau gila, akan menemani.
Hujan, semakin deras, sekejap, mereka berdua basah kuyup, air hujan membuat mata mereka tidak dapat terbuka.
“Sebastian, apa di kehidupan sebelumnya aku hutang kepadamu?” Ingin bermain hujan ya sendiri saja, kenapa harus menarik dia, dia tidak punya kesenangan bermain hujan.
Sebastian dengan suara tajam berkata: “Bukannya kamu mau membunuhku, sekarang aku biarkan kamu melakukannya. Kasih aku lihat mau bagaimana.”
“Turunkan aku, kamu akan tahu bagaimana.” Lelaki sialan, jangan pikir badan lebih besar daripadanya, mau gendong bisa gendong.
Sebastian menurutinya lalu menurunkanya, mengikutinya, Jane hanya ingin berlari ke tempat yang bisa berteduh, tetapi Sebastian menariknya kembali.
“Kamu ……” dia benar dibuat marah.
“ayo lakukan. Aku mau lihat apa yang bisa kamu buat.” Sebastian juga hampir membuat dia kehilangan akal.
Jane adalah orang yang tidak sabar, tidak bisa menahan lagi, mengambil tangannya lalu digigit: “Aku gigit lelaki sialan.”
Waktu digigit, dia tidak mengeluarkan kata sakit sedikitpun, setelah menggigit, tiba-tiba menangis, tambah lama tambah sedih: “Kamu meninggalkan aku di airport, aku apapun tidak ada, kamu tahu seberapa takut aku?”
Sekuat apapun, juga tidak mau mengalah, setelah emosi terlampiaskan, ia pun jatuh, jatuh kedalam pelukannya, menangis seperti anak yang ditinggalkan.
“Kenapa tidak menelponku?” melihatnya menangis, hatinya menjadi lembah, menepuk punggungnya, menenangkannya.
Dia melap air mata, menangis membuat badannya bergetar: “Hp-ku di kamu, aku tidak ingat nomormu.”
Wanita ini sampai sekarang masih berbohong, Sebastian membongkar kebohongannya dengan tidak belas kasih: “Memberikan nomorku ke orang lain, waktu itu kamu ingat ya?”
“Memberikan nomormu ke orang lain?” bunuh dia pun, pasti tidak mengakuinya, kalau mengaku pasti tidak bisa mengerjainya.
“Heh……” dia tertawa dingin.
“Kalau kamu mau membuangku, aku telpon, kamu pasti tidak mau mengurusku, jadi untuk apa aku mencari masalah.” Tidak peduli dia percaya atau tidak, pokoknya dia tidak akan mengaku, dia mau mencari kesalahan dari dirinya, tidak mau menanggungnya sendiri, emank dia yang mencelakainya.
“Ok, jangan menangis lagi, kita pulang ke hotel.” Hari ini memang salah dia, dia tidak mencari tahu dulu, mengira dia kabur.
Juga tidak berpikir, dia tidak ada KTP, mana mungkin akan kabur, dia tidak bodoh, ini adalah pandangan dia saja.
“Kamu janji tidak akan mencelakai aku, baru aku ikut kamu. ” Menyetujui dulu, ntar waktu pulang ke kota Minluo baru akan hitung-hitungan, wanita pintar harus bisa memperhitungkan kerugian di depan mata.
Sebastian tidak berdaya: “Kalau kamu menurut, tidak ada yang mencelakaimu.”
Janemengulurkan tangannya: “kaitan jari.”
Sebastian tidak mengulurkan tangannya: “Kekanak-kanakan!”
Jane: “Kamu masih mau mencelakaiku?”
Sebastian tidak berdaya, mengulurkan tangan mengaitkan jarinya.
Angin bertiup makin kencang, hujan turun makin deras, pintu gerbang mall ini sudah tidak bisa menjadi tempat teduh.
Tiba-tiba angin bertiup besar sekali, meniup Jane yang membuatnya seperti ingin jatuh, hampir jatuh ke lantai, untung Sebastian bergerak cepat, pas untuk menariknya.
“angkat tangan kotormu!” dia dengan sekuat tenaga mendorongnya, tidak melukai dia, malah membuat dirinya kehilangan keseimbangan, bruk jatuh di tanah, “Kamu…… Kamu……”
Lelaki sialan ini! Dia pasti sengaja! Pasti sengaja! Dia tidak melihat dia ok! Pasti dia mau membuatnya mati!
“aku kenapa?” Sebastian memandangnya, seperti Raja yang melihat budaknya.
“Kamu….” Jane berdiri, api yang membara di dada, tidak bisa ditahannya lagi, sudah mau meledak.
Emosinya sudah mau meledak, dia malah dingin seperti penonton, Jane merasa jikat tidak muntah darah, itu keberuntungannya.
Angin masih bertiup, hujan masih turun, jika tidak segera pulang, maka mereka tidak dapat pulang lagi.
Tiba-tiba, dalam otak Sebastian terlintas, ada perkataan yang mengatakan dia seperti anak-anak, kapan dia ada waktu untuk bertengkar dengan seorang wanita disini?
Dia mengeleng-gelengkan kepala, dengan suara lembut: “Sudah selesai, ayo pulang dengan aku.”
“Kalau kamu suruh aku pulang, aku harus pulang?” Apa dia menganggap dia anjing kecil atau kucing kecil yang akan menuruti dia?
“Masih ingin bermain?”
“Ya benar, aku masih ingin bermain. Sebaiknya kamu mengeluarkan segala permainanmu, kalau aku kalah, aku akan ikut margamu. ”
Sebastian dengan muka merah, mengontrol emosinya: “Baik, kamu masih mau main, aku temeni. Coba bilang, mau gimana main? Masih ada berapa lelaki yang mengurusi mu?”
“Kalau pria lebih banyak lebih bagus.” Jane menggigit gigi, melihat tampang dia seperti orang yang tidak peduli, dia ingin memukul orang.
Tidak hanya berpikir untuk memukul orang, gerakan nya lebih cepat dari otaknya, di langsung memukul Sebastian : “Sebastian, brengsek! Sialan! Hari ini aku pasti akan membunuhmu.
“Jane, apa kamu sudah gila?” Sebastian menangkap tangannya, dengan marah melihat dia, “aku peringatkan, segera berhenti, jika tidak awas.”
Jane menendangnya: “Aku gila? Kamu bawa aku ke tempat apa ini, meninggalkan aku di airport, masih berani bilang aku gila. Aku kasih tahu ya, hari ini kalau tidak membunuhmu, aku akan membalikkan namaku.”
Dari perkataan Jane, Sebastian segera menangkap beberapa kata: “Aku meninggalkanmu di airport? Bukannya kamu yang mau main petak umpat?”
“Aku main petak umpat denganmu?” Jane mengangkat kaki, dengan keras menginjak kakinya, “Sebastian, sialan kamu! Brengsek! Begini membuat aku menderita, kamu baru senang? Apa yang kulakukan, mengapa kamu begini kepadaku?”
Dia tidak ingat pernah berbuat salah kepadanya, kenapa dia memakai cara yang kejam menghukumnya, dia juga tidak hutang di kehidupan yang lalu.
Kali ini, Sebastian tidak menghindar, membiarkannya memukul dadanya, sampai dia lelah, baru mengendong dia ke pelukannya: “Kalau mau lari. Lari lebih jauh, dan lebih lama. Begini cepat sudah menyerah, apa itu sifat kamu, Jane?”
“Sebastian, biadab kamu!” Jane mengepal tangannya, menonjok muka Sebastian, dia tidak menghindar, pukulan ini sangat keras, mukanya sampai keliatan biru.
Seumur hidupnya baru pernah dipukul wanita, muka Sebastian berubah, jika tidak menerima pendidikan yang bagus, pasti akan dibalas kembali, bisa membuat wanita sialan ini terbang.
Tapi Jane tidak belajar menahan diri, satu pukulan tidak puas, masih memukulnya 2x, kali ini, Sebastian tidak membiarkannya lagi.
Dia menangkap tangannya, membuang tangannya ke punggungnya, membawanya ke tengah hujan lebat, dia mau gila, akan menemani.
Hujan, semakin deras, sekejap, mereka berdua basah kuyup, air hujan membuat mata mereka tidak dapat terbuka.
“Sebastian, apa di kehidupan sebelumnya aku hutang kepadamu?” Ingin bermain hujan ya sendiri saja, kenapa harus menarik dia, dia tidak punya kesenangan bermain hujan.
Sebastian dengan suara tajam berkata: “Bukannya kamu mau membunuhku, sekarang aku biarkan kamu melakukannya. Kasih aku lihat mau bagaimana.”
“Turunkan aku, kamu akan tahu bagaimana.” Lelaki sialan, jangan pikir badan lebih besar daripadanya, mau gendong bisa gendong.
Sebastian menurutinya lalu menurunkanya, mengikutinya, Jane hanya ingin berlari ke tempat yang bisa berteduh, tetapi Sebastian menariknya kembali.
“Kamu ……” dia benar dibuat marah.
“ayo lakukan. Aku mau lihat apa yang bisa kamu buat.” Sebastian juga hampir membuat dia kehilangan akal.
Jane adalah orang yang tidak sabar, tidak bisa menahan lagi, mengambil tangannya lalu digigit: “Aku gigit lelaki sialan.”
Waktu digigit, dia tidak mengeluarkan kata sakit sedikitpun, setelah menggigit, tiba-tiba menangis, tambah lama tambah sedih: “Kamu meninggalkan aku di airport, aku apapun tidak ada, kamu tahu seberapa takut aku?”
Sekuat apapun, juga tidak mau mengalah, setelah emosi terlampiaskan, ia pun jatuh, jatuh kedalam pelukannya, menangis seperti anak yang ditinggalkan.
“Kenapa tidak menelponku?” melihatnya menangis, hatinya menjadi lembah, menepuk punggungnya, menenangkannya.
Dia melap air mata, menangis membuat badannya bergetar: “Hp-ku di kamu, aku tidak ingat nomormu.”
Wanita ini sampai sekarang masih berbohong, Sebastian membongkar kebohongannya dengan tidak belas kasih: “Memberikan nomorku ke orang lain, waktu itu kamu ingat ya?”
“Memberikan nomormu ke orang lain?” bunuh dia pun, pasti tidak mengakuinya, kalau mengaku pasti tidak bisa mengerjainya.
“Heh……” dia tertawa dingin.
“Kalau kamu mau membuangku, aku telpon, kamu pasti tidak mau mengurusku, jadi untuk apa aku mencari masalah.” Tidak peduli dia percaya atau tidak, pokoknya dia tidak akan mengaku, dia mau mencari kesalahan dari dirinya, tidak mau menanggungnya sendiri, emank dia yang mencelakainya.
“Ok, jangan menangis lagi, kita pulang ke hotel.” Hari ini memang salah dia, dia tidak mencari tahu dulu, mengira dia kabur.
Juga tidak berpikir, dia tidak ada KTP, mana mungkin akan kabur, dia tidak bodoh, ini adalah pandangan dia saja.
“Kamu janji tidak akan mencelakai aku, baru aku ikut kamu. ” Menyetujui dulu, ntar waktu pulang ke kota Minluo baru akan hitung-hitungan, wanita pintar harus bisa memperhitungkan kerugian di depan mata.
Sebastian tidak berdaya: “Kalau kamu menurut, tidak ada yang mencelakaimu.”
Janemengulurkan tangannya: “kaitan jari.”
Sebastian tidak mengulurkan tangannya: “Kekanak-kanakan!”
Jane: “Kamu masih mau mencelakaiku?”
Sebastian tidak berdaya, mengulurkan tangan mengaitkan jarinya.
Bình luận facebook