Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 1056
Bab 1056 Kematian Sangat Dekat
Pasirbumi.
Rumah sakit Aces.
Sebastian menerima telepon dan mengejar waktu, semua orang keluarga Tanjaya sudah berkumpul lengkap, semuanya mengelilingi samping ranjang mendengar nenek tua menyampaikan pesan.
Carlson memegang erat tangan nenek tua: “Ibu……”
Nenek tua melihat Carlson dan Ariella yang ada disampingnya, berkata dengan tidak bertenaga: “Abraham, Ariella, beberapa tahun ini sudah menyusahkan kalian berdua.”
Ariella menggelengkan kepala: “Ibu, tidak, dapat menjaga semua orang, bukan hanya tanggung jawab kami berdua, kami juga dapat merasakan kehangatan dan kebahagiaan keluarga ini dari tanggung jawab ini.”
Nenek tua sangat puas, perlahan berkata: “Nanti kalian jagalah ayah kalian. Kalian harus banyak menghabiskan waktu menemaninya, jangan sampai dia terlalu kesepian.”
Carlson dan Ariella menganggukkan kepala dengan bersamaan: “Ibu, kami akan melakukannya.”
Pandangan nenek tua yang perlahan memudar bergerak-gerak, jatuh pada badan Oriella: “Riella, nenek mungkin tidak bisa melihat pernikahanmu. Tapi pernikahan kalian harus dilaksanakan tepat waktu, saat itu nenek mungkin masih belum pergi jauh, masih bisa melihat kalian.”
Oriella sedih sampai mengusap air mata: “Nenek, aku tidak mau kamu pergi. Kamu harus baik-baik saja, melihat aku menikah, kamu masih harus menjadi saksi pernikahanku.”
Nenek tua sangat ingin menjulurkan tangan membantu cucu perempuannya mengusap air mata dari sudut mata, tapi sudah tidak berdaya mengangkat tangan: “Riella, jangan menangis, jangan membuat Abang Hansel bersedih.”
Pandangan nenek tua melihat lagi ke arah Ravindra: “Anakku, nanti kuserahkan keluarga kami Riella kepadamu. Kamu harus baik-baik terhadapnya.”
Ravindra setengah berlutut disamping ranjang: “Nenek, aku pasti akan menjaganya baik-baik seumur hidup! Anda jangan khawatir!”
Nenek tua menaikkan ujung bibirnya yang memutih dengan puas, lalu melihat lagi kearah suami istri Efa dan Darwin: “Darwin, Efa sudah dijaga kamu, kamu juga sudah ada Efa yang menemani, aku sudah tenang.”
Darwin menganggukkan kepala, dia yang tidak pernah menangis didalam matanya ada kumpulan air mata: “Kakak, kamu jangan khawatir. Kami akan melewati hari-hari yang akan datang dengan baik.”
Efa menangis sampai tidak bisa berkata-kata, hanya bisa menganggukkan kepala.
Pandangan nenek tua kembali jatuh ke badan dua anak didalam keluarga: “Si Imut, Diego, kalian harus cepat tumbuh besar, nanti setelah mendapat istri, pasti harus memberitahukan aku.”
Kedua anak lelaki dengan pengertian menganggukan kepala: “Kami pasti melakukannya.”
Waktu sungguh tidak lagi bersisa banyak, mata melihat nafas terakhir sudah mau ditelan, namun nenek tua masih menunggu seseorang, menunggu anak itu yang dia masih khawatirkan.
Akhirnya, saat dia masih belum menelan nafas terakhirnya, dia berhasil menunggunya, dia menggunakan semua tenaga terakhir dibadannya: “Sebastian……”
Sebastian maju kedepan, berlutut didepan ranjang nenek tua, berkata: “Nenek…… Maaf! Aku tidak bisa membawanya datang melihat kamu.”
Nenek tua tertawa simpul, dengan sebentar kemudian baru bersuara: “Anakku, tidak apa-apa dia tidak datang melihat nenek. Merepotkan kamu membantu nenek memberitahukan padanya, jika nenek bertemu dengannya pasti akan menyukai dia, nenek juga sangat menyelamati dia menikah ke keluarga Tanjaya kami menjadi istri dari keluarga Tanjaya kami.”
Sebastian memeluk tangan nenek tua: “Nenek……”
Nenek berkata lagi: “Aku ada hadiah untuk diberikan padanya.”
Mendengar perkataannya, ayah Tanjaya yang ada disamping mengeluarkan sebuah kotak, memberikan ke tangan Sebastian, nenek terus berkata: “Ini adalah hadiah yang sudah dari awal aku siapkan untuk istri cucu tertuaku, semoga dia menyukainya.”
Tangan Sebastian gemetar menerima kotak, dan menganggukan kepala: “Pasti, pasti, dia pasti akan menyukai nenek, juga pasti akan menyukai hadiah yang nenek berikan kepadanya.”
“Baik.” Selesai menyampaikan semua hal, pandangan nenek tua paling akhir jatuh ke badan ayah Tanjaya, dia tertawa sebentar, “Abang Irfan……”
Irfan sekuat tenaga memegang tangannya, dan berkata: “Yenny, aku disini, kamu mau berkata apa aku mendengarnya. Jangan buru-buru, perlahan saja.”
Dia membuka mulutnya, namun karena badannya sangat lemah, tidak mengeluarkan suara, karena keluarga bertahan, menunggu lagi sebentar, baru mendengar dia berkata: “Abang Irfan, dikehidupan selanjutnya aku masih mau bertemu denganmu, masih ingin menjadi istrimu, apakah kamu bersedia.”
“Yenny, tentu aku bersedia.” Irfan menundukkan kepala mendaratkan sebuah ciuman di keningnya, sambil menelusuri garis keruatan diatas keningnya, “Kamu tunggu aku, aku akan datang mengejarmu, menikahimu pulang kembali. Tapi, dikehidupan mendatang aku pasti tidak akan membiarkan kamu menderita lagi.”
Nenek tua mengeluarkan tawa yang anggun, serta mengelengkan kepala: “Tidak, bersama denganmu, aku tidak pernah merasa menderita. Aku selau menjadi wanita yang sangat bahagia diatas dunia ini.”
Dia memiliki suami yang menyayanginya, ada anak lelaki yang pintar dan berbakti, ada anak perempuan yang imut dan periang, masih ada cucu lelaki dan perempuan yang banyak yang berbakti.
Kehidupannya, sudah sempurna.
Saat semua yang telah terjadi pelan-pelan memutar kembali didalam pikirannya, dia menutup matanya perlahan-lahan, menelan nafas terakhirnya, dengan tenang meninggalkan dunia yang begitu indah, meninggalkan orang yang dia paling cintai.
Jika sungguh ada kehidupan selanjutnya, dia berharap dia masih bisa bertemu dengan Irfan, masih mau melahirkan anak lelaki dan perempuan, membiarkan dia memegang tangannya menjalani seumur hidup.
……
Nenek tua sudah pergi, keluarga Tanjaya menguburkannya di dalam hutan sakura di gunung Vandera, disana adalah tempat kenangan terindahnya bermula.
Berdasarkan adat, barusan melaksanakan upacara kemalangan sementara waktu tidak boleh melaksanakan acara bahagia, namun pernikahan Oriella adalah yang terus dikhawatirkan oleh nenek tua, saat akhirnya masih berpesan, agar pernikahan mereka harus dilaksanakan tepat waktu.
Karenanya, pernikahan Oriella tidak ditunda, tepat waktu dilaksanakan di hotel Quan Sheng, hanya saja semuanya sederhana, juga menolak wawancara dari media.
Sedikit banyak orang tidak mengerti terhadap keluarga Tanjaya yang baru melaksanakan upacara kemalangan lalu dilanjutkan dengan melaksanakan acara bahagia ini, namun keluarga Tanjayatidak berdiri keluar menjelaskan. Ini adalah masalah keluarga mereka sendiri, siapapun tidak merasa perlu menjelaskan kepada orang disamping.
Hari ini, didepan pintu besar hotel sudah berkumpul beberapa wartawan, semuanya ingin berebut berita utama, namun keluarga Tanjaya melakukan pekerjaan perlindungan dengan sangat baik, selain tamu pernikahan yang diundang, siapapun juga tidak bisa masuk kedalam lokasi pernikahan.
Didalam pernikahan, tamu tidaklah banyak, adalah keluarga dan teman paling baik dari keluarga Tanjaya.
Carlson sendiri menyerahkan Oriella ke dalam tangan Ravindra: “Aku memegang tangan dari putri yang kusayangi, hari ini aku sendiri menyerahkannya kepadamu, mulai sekarang aku berharap kamu bisa lebih menyayanginya daripada aku.”
Ravindra menjemput tangan Oriella, berkata dengan hormat: “Ayah, kamu jangan khawatir, kebahagian Riella nanti ada aku yang memberikan, nyawanya ada aku yang menjaganya.”
Ravindra sama seperti Carlson, adalah orang yang tidak mengungkapkan perasaan dengan perkataan yang panjang lebar, namun di saat ini, demi wanita yang mereka cintai, mereka menghiraukan kebiasaan itu.
Melihat menantu lelaki yang dulunya tidak memuaskan dia, memelototi dia menilainya beberapa saat, Carlson akhirnya menganggukan kepala berpuas hati.
Putrinya tidak salah melihat, Abang Hanselnya sungguh lelaki yang pantas menemaninya sampai akhir hayat.
Pasirbumi.
Rumah sakit Aces.
Sebastian menerima telepon dan mengejar waktu, semua orang keluarga Tanjaya sudah berkumpul lengkap, semuanya mengelilingi samping ranjang mendengar nenek tua menyampaikan pesan.
Carlson memegang erat tangan nenek tua: “Ibu……”
Nenek tua melihat Carlson dan Ariella yang ada disampingnya, berkata dengan tidak bertenaga: “Abraham, Ariella, beberapa tahun ini sudah menyusahkan kalian berdua.”
Ariella menggelengkan kepala: “Ibu, tidak, dapat menjaga semua orang, bukan hanya tanggung jawab kami berdua, kami juga dapat merasakan kehangatan dan kebahagiaan keluarga ini dari tanggung jawab ini.”
Nenek tua sangat puas, perlahan berkata: “Nanti kalian jagalah ayah kalian. Kalian harus banyak menghabiskan waktu menemaninya, jangan sampai dia terlalu kesepian.”
Carlson dan Ariella menganggukkan kepala dengan bersamaan: “Ibu, kami akan melakukannya.”
Pandangan nenek tua yang perlahan memudar bergerak-gerak, jatuh pada badan Oriella: “Riella, nenek mungkin tidak bisa melihat pernikahanmu. Tapi pernikahan kalian harus dilaksanakan tepat waktu, saat itu nenek mungkin masih belum pergi jauh, masih bisa melihat kalian.”
Oriella sedih sampai mengusap air mata: “Nenek, aku tidak mau kamu pergi. Kamu harus baik-baik saja, melihat aku menikah, kamu masih harus menjadi saksi pernikahanku.”
Nenek tua sangat ingin menjulurkan tangan membantu cucu perempuannya mengusap air mata dari sudut mata, tapi sudah tidak berdaya mengangkat tangan: “Riella, jangan menangis, jangan membuat Abang Hansel bersedih.”
Pandangan nenek tua melihat lagi ke arah Ravindra: “Anakku, nanti kuserahkan keluarga kami Riella kepadamu. Kamu harus baik-baik terhadapnya.”
Ravindra setengah berlutut disamping ranjang: “Nenek, aku pasti akan menjaganya baik-baik seumur hidup! Anda jangan khawatir!”
Nenek tua menaikkan ujung bibirnya yang memutih dengan puas, lalu melihat lagi kearah suami istri Efa dan Darwin: “Darwin, Efa sudah dijaga kamu, kamu juga sudah ada Efa yang menemani, aku sudah tenang.”
Darwin menganggukkan kepala, dia yang tidak pernah menangis didalam matanya ada kumpulan air mata: “Kakak, kamu jangan khawatir. Kami akan melewati hari-hari yang akan datang dengan baik.”
Efa menangis sampai tidak bisa berkata-kata, hanya bisa menganggukkan kepala.
Pandangan nenek tua kembali jatuh ke badan dua anak didalam keluarga: “Si Imut, Diego, kalian harus cepat tumbuh besar, nanti setelah mendapat istri, pasti harus memberitahukan aku.”
Kedua anak lelaki dengan pengertian menganggukan kepala: “Kami pasti melakukannya.”
Waktu sungguh tidak lagi bersisa banyak, mata melihat nafas terakhir sudah mau ditelan, namun nenek tua masih menunggu seseorang, menunggu anak itu yang dia masih khawatirkan.
Akhirnya, saat dia masih belum menelan nafas terakhirnya, dia berhasil menunggunya, dia menggunakan semua tenaga terakhir dibadannya: “Sebastian……”
Sebastian maju kedepan, berlutut didepan ranjang nenek tua, berkata: “Nenek…… Maaf! Aku tidak bisa membawanya datang melihat kamu.”
Nenek tua tertawa simpul, dengan sebentar kemudian baru bersuara: “Anakku, tidak apa-apa dia tidak datang melihat nenek. Merepotkan kamu membantu nenek memberitahukan padanya, jika nenek bertemu dengannya pasti akan menyukai dia, nenek juga sangat menyelamati dia menikah ke keluarga Tanjaya kami menjadi istri dari keluarga Tanjaya kami.”
Sebastian memeluk tangan nenek tua: “Nenek……”
Nenek berkata lagi: “Aku ada hadiah untuk diberikan padanya.”
Mendengar perkataannya, ayah Tanjaya yang ada disamping mengeluarkan sebuah kotak, memberikan ke tangan Sebastian, nenek terus berkata: “Ini adalah hadiah yang sudah dari awal aku siapkan untuk istri cucu tertuaku, semoga dia menyukainya.”
Tangan Sebastian gemetar menerima kotak, dan menganggukan kepala: “Pasti, pasti, dia pasti akan menyukai nenek, juga pasti akan menyukai hadiah yang nenek berikan kepadanya.”
“Baik.” Selesai menyampaikan semua hal, pandangan nenek tua paling akhir jatuh ke badan ayah Tanjaya, dia tertawa sebentar, “Abang Irfan……”
Irfan sekuat tenaga memegang tangannya, dan berkata: “Yenny, aku disini, kamu mau berkata apa aku mendengarnya. Jangan buru-buru, perlahan saja.”
Dia membuka mulutnya, namun karena badannya sangat lemah, tidak mengeluarkan suara, karena keluarga bertahan, menunggu lagi sebentar, baru mendengar dia berkata: “Abang Irfan, dikehidupan selanjutnya aku masih mau bertemu denganmu, masih ingin menjadi istrimu, apakah kamu bersedia.”
“Yenny, tentu aku bersedia.” Irfan menundukkan kepala mendaratkan sebuah ciuman di keningnya, sambil menelusuri garis keruatan diatas keningnya, “Kamu tunggu aku, aku akan datang mengejarmu, menikahimu pulang kembali. Tapi, dikehidupan mendatang aku pasti tidak akan membiarkan kamu menderita lagi.”
Nenek tua mengeluarkan tawa yang anggun, serta mengelengkan kepala: “Tidak, bersama denganmu, aku tidak pernah merasa menderita. Aku selau menjadi wanita yang sangat bahagia diatas dunia ini.”
Dia memiliki suami yang menyayanginya, ada anak lelaki yang pintar dan berbakti, ada anak perempuan yang imut dan periang, masih ada cucu lelaki dan perempuan yang banyak yang berbakti.
Kehidupannya, sudah sempurna.
Saat semua yang telah terjadi pelan-pelan memutar kembali didalam pikirannya, dia menutup matanya perlahan-lahan, menelan nafas terakhirnya, dengan tenang meninggalkan dunia yang begitu indah, meninggalkan orang yang dia paling cintai.
Jika sungguh ada kehidupan selanjutnya, dia berharap dia masih bisa bertemu dengan Irfan, masih mau melahirkan anak lelaki dan perempuan, membiarkan dia memegang tangannya menjalani seumur hidup.
……
Nenek tua sudah pergi, keluarga Tanjaya menguburkannya di dalam hutan sakura di gunung Vandera, disana adalah tempat kenangan terindahnya bermula.
Berdasarkan adat, barusan melaksanakan upacara kemalangan sementara waktu tidak boleh melaksanakan acara bahagia, namun pernikahan Oriella adalah yang terus dikhawatirkan oleh nenek tua, saat akhirnya masih berpesan, agar pernikahan mereka harus dilaksanakan tepat waktu.
Karenanya, pernikahan Oriella tidak ditunda, tepat waktu dilaksanakan di hotel Quan Sheng, hanya saja semuanya sederhana, juga menolak wawancara dari media.
Sedikit banyak orang tidak mengerti terhadap keluarga Tanjaya yang baru melaksanakan upacara kemalangan lalu dilanjutkan dengan melaksanakan acara bahagia ini, namun keluarga Tanjayatidak berdiri keluar menjelaskan. Ini adalah masalah keluarga mereka sendiri, siapapun tidak merasa perlu menjelaskan kepada orang disamping.
Hari ini, didepan pintu besar hotel sudah berkumpul beberapa wartawan, semuanya ingin berebut berita utama, namun keluarga Tanjaya melakukan pekerjaan perlindungan dengan sangat baik, selain tamu pernikahan yang diundang, siapapun juga tidak bisa masuk kedalam lokasi pernikahan.
Didalam pernikahan, tamu tidaklah banyak, adalah keluarga dan teman paling baik dari keluarga Tanjaya.
Carlson sendiri menyerahkan Oriella ke dalam tangan Ravindra: “Aku memegang tangan dari putri yang kusayangi, hari ini aku sendiri menyerahkannya kepadamu, mulai sekarang aku berharap kamu bisa lebih menyayanginya daripada aku.”
Ravindra menjemput tangan Oriella, berkata dengan hormat: “Ayah, kamu jangan khawatir, kebahagian Riella nanti ada aku yang memberikan, nyawanya ada aku yang menjaganya.”
Ravindra sama seperti Carlson, adalah orang yang tidak mengungkapkan perasaan dengan perkataan yang panjang lebar, namun di saat ini, demi wanita yang mereka cintai, mereka menghiraukan kebiasaan itu.
Melihat menantu lelaki yang dulunya tidak memuaskan dia, memelototi dia menilainya beberapa saat, Carlson akhirnya menganggukan kepala berpuas hati.
Putrinya tidak salah melihat, Abang Hanselnya sungguh lelaki yang pantas menemaninya sampai akhir hayat.