Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 88
Bab 88 Tidak Mempedulikan Masa Lalu Lagi
Kembali ke kamar, Ariella berbaring di kasur dan tidak bisa tidur, sedikit malu dan agak canggung.
Malam ini dengan tidak mudah Ariella mengumpulkan keberanian untuk pergi ke ruang kerja untuk mencari Carlson, tapi dia malah ditolak oleh Carlson.
Dia tidak percaya Carlson tidak tahu apa yang ingin dia lakukan, jelas-jelas Carlson menciumnya dengan begitu kuat, bahkan Ariella juga merasakan dia …
Ariella tidak berani memikirkannya lagi, jika dia memikirkannya maka dia pasti akan merasa malu dan tidak akan bisa tidur sepanjang malam.
Ketika sedang berpikir, Carlson mendorong pintu dan masuk ke dalam, mendengar dia sangat berhati-hati ketika membuka pintu, langkah kakinya juga sangat ringan, seharusnya Carlson khawatir akan membangunkannya.
Ariella bahkan tidak bisa tidur, apanya yang bisa dibangunkan?
Benar-benar menyebalkan!
Carlson berbaring di ranjang, menarik selimut untuk menyelimuti Ariella dengan baik, kemudian berbaring di samping Ariella, lalu mendengar Carlson menghela nafas dengan pelan.
Dia masih menghela nafas?
Ariella benar-benar sangat tertekan, mengangkat kaki kemudian menendangnya.
Kekuatannya tidak pelan, dia menendang paha Carlson, merasakan Carlson sedikit tercengang, kemudian mendengarnya berkata: “Jangan membuat masalah.”
Nada suaranya sangat tidak berdaya, seperti orangtua yang tidak berdaya pada anaknya yang nakal.
Ariella menarik kakinya, tersipu dan berbisik: “Aku tidak sedang membuat masalah denganmu.”
“Ariella—” Carlson kembali menyebut namanya dengan suara rendah, terpaku sejenak kemudian berkata, “Aku tidak ingin kamu melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan hatimu, apa kamu mengerti?”
Ariella awalnya tidak mengerti, tapi setelah Carlson mengatakan seperti itu, dia akhirnya mengerti.
Ternyata Carlson khawatir bahwa Ariella bersikap baik padanya karena status keduanya dan bukan karena dari hatinya yang tulus.
Mereka sudah mendaftarkan pernikahan selama 3 bulan, tapi pria ini masih mematuhi janji awalnya, masih bersedia menunggunya, menunggunya untuk menerimanya sepenuhnya.
Ariella berbalik badan, berguling ke samping Carlson, menarik lengannya untuk dijadikan bantal di bawah kepalanya: “Hmm, aku mengerti.”
Tapi Ariella tidak berbuat hal yang menentang hatinya, apa Carlson mengerti?
“Ayo tidur.” Carlson mengusap kepalanya, berkata dengan lembut.
Malam yang panjang, berapa banyak pria dan wanita yang berpelukan satu sama lain dan tertidur, dua hati yang panas ini berdetak dengan sangat cepat karena satu sama lain, tetapi mereka masih mampu memegang garis pertahanan terakhir.
Hari berikutnya, ketika Ariella bangun, Carlson masih duduk di dekat jendela dan membaca koran.
Masih hujan hari ini, tidak ada sinar matahari yang masuk, Carlson terlihat seakan memiliki aura yang melankolis.
“Sudah bangun.” Masih seperti biasa, ketika Ariella bangun, dia akan menoleh dan melihat ke arahnya, menyapanya dengan lembut.
Ariella mengangguk.
Tanpa sadar kembali teringat soal dia yang berinisiatif merayunya tadi malam, wajah Ariella yang halus itu kembali memerah.
Carlson bangkit dan berjalan ke arahnya, meraih kakinya.
Ariella terkejut, secara reflek menghindarinya, tapi mendengar Carlson berkata: “Aku ingin melihat bagaimana keadaan kakimu.”
“Oh.” Ariella menjawab sekilas dengan pelan, ternyata Carlson ingin memeriksa lukanya kemarin, Ariella kembali berpikir macam-macam.
Carlson menekannya dengan sedikit kencang: “Apa masih sakit?”
Ariella menggelengkan kepalanya: “Sudah tidak terasa apa-apa lagi, terima kasih!”
Carlson melepaskannya dan berkata: “Pergilah membersihkan diri. Aku akan menunggumu untuk sarapan.”
Carlson kembali mengajak Mianmian keluar dulu dan menunggunya, hari yang biasa, sangat biasa hingga membuat orang mungkin akan merasa bosan, tapi Ariella malah sangat puas.
Berapa tahun telah berlalu, Ariella akhirnya benar-benar menemukan perasaan memiliki rumah.
Akhirnya ada seseorang yang mau menemaninya sepanjang hari, tidak memintanya untuk memberikan apa pun padanya, hanya tinggal bersamanya dengan sederhana.
Melihat sosok belakangnya, sudut bibir Ariella sedikit terangkat, dia mengulas senyum manis.
Di meja makan, ada beragam sarapan bergizi seperti biasa, indah dan lezat, suasana hati Ariella sangat baik, makan lebih banyak dari biasanya.
Carlson meletakkan sendok sangat awal, menatapnya dalam diam, seolah-olah dalam semalam, Ariella ini kembali menjadi Ariella tiga tahun lalu.
Ariella yang memiliki semangat tinggi, melakukan pekerjaannya dengan riang, sekujur tubuhnya membawa aura yang ceria, bahkan tidak akan takut walaupun langit runtuh.
Ariella yang seperti ini, lebih ceria, lebih membuat orang lain tidak bisa mengalihkan pandangan mereka, tapi tetap masih membuat orang ingin memilikinya dan melindunginya dengan baik.
Dan Carlson rela menjadi orang yang melindungi Ariella seumur hidupnya.
“Aku sudah kenyang.” Ariella mendongak, menatapnya dengan senyuman, senyum yang cerah itu seakan menambah kehangatan pada cuaca dingin.
“Hmm.” Carlson menatapnya, sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya, berkata setelah beberapa saat, “Aku harus dinas selama beberapa hari.”
Kembali pergi dinas!
Hati Ariella kecewa dengan tidak jelas, tapi dia tidak menunjukkannya, masih tersenyum pada Carlson: “Pergilah. Ada Mianmian yang menemaniku di rumah.”
Pandangan mereka saat ini menoleh bersamaan pada Mianmian yang berada di bawah kursi, Mianmian juga sangat bekerja sama dengan menggonggong sekilas, seakan sedang berkata, dia akan menemani Ibunya dengan baik.
Ariella memeluk Mianmian, mengelus kepalanya: “Bayi kecil, kamu harus mengubah panggilanu nanti. Jangan panggil Paman Carlson, panggil Ayah. Jika kamu ingin sedikit lebih keren maka panggil Daddy.”
Setelah selesai berbicara, Ariella kembali memandang Carlson, mengerjapkan mata dan bertanya: “Apa Mianmian boleh memanggilmu seperti itu?”
“Tentu saja boleh!” Ini adalah kata-kata hati Carlson, tapi dia malah tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangguk dengan pelan, raut wajahnya dengan tenang dan tidak bisa melihat apa yang sedang dia pikirkan.
Ariella tidak ingin melepaskannya begitu saja, terus bertanya: “Katakan sesuatu.”
Ariella yang seperti ini lebih energik, Carlson lebih tidak berdaya padanya, hanya bisa berkata: “Boleh.”
“Hmm.” Ariella tersenyum puas, melepaskan Mianmian dan bersiap untuk berberes dan pergi bekerja. Ketika kembali ke kamar, Carlson juga masuk, membawa dasi di tangannya, sedang ingin memakainya sendiri. Ariella melihat ke arahnya, tidak bisa menahan diri untuk tidak memandangnya.
Carlson memperhatikan tatapan Ariella, menolehkan kepala dan menatapnya: “Kenapa?”
“Aku …” Ariella menatap mata Carlson yang dalam, tanpa sadar menggigit bibirnya yang lembut, ingin berbicara kemudian berhenti.
Matanya berkilau dengan air, seperti ada ribuan kata-kata dan pikiran yang ingin dikeluarkan, tapi dia hanya bisa menggigit bibirnya, semuanya tertahan di tenggorokan, tidak lagi melihat hari esok.
Carlson terpaku dengan tatapan ini, hanya berpikir bahwa wanita ini pasti sedang memikirkan macam-macam, dan mencari masalah untuk dirinya sendiri.
Carlson menghela nafas pelan, melepaskan dasi yang masih belum selesai dipakai, berjalan ke sisi Ariella, pandangan matanya dengan tegas menembus ke dalam mata Ariella, dengan lembut berkata: “Jangan khawatir, aku akan segera kembali.”
Carlson berkata dengan sangat lembut.
Ariella mendengar perkataan itu, tersenyum, tahu bahwa Carlson pasti salah mengerti maksudnya. Tapi Ariella tidak mengatakannya, hanya tersenyum dan mengangguk, lalu mengulurkan tangan mengambil dasi di tangan Carlson, kemudian dengan pelan memakaikannya pada Carlson.
Aku hanya ingin memakaikan dasi untukmu seumur hidup.
“Di kemudian hari … bairkan aku yang membantumu untuk memakai dasi.” Ariella menundukkan kepala, berkata dengan pelan.
Pada zaman kuno ada seorang pria yang menggambar alis untuk istrinya seumur hidup, hari ini biarkan aku yang memakaikan dasi untukmu seumur hidup.
Mulai semalam, Ariella seperti berubah menjadi orang lain.
Dia sudah tidak lagi terjerat pada dendam masa lalu, akhirnya bersedia untuk menghadapi hubungan di antara mereka, mengenai perubahannya ini, Carlson sangat terkejut, tapi dibandingkan dengan keterkejutannya, hatinya penuh dengan rasa bahagia dan antusiasme, masuk ke dalam bagian terdalam di dalam hatinya.
Kembali ke kamar, Ariella berbaring di kasur dan tidak bisa tidur, sedikit malu dan agak canggung.
Malam ini dengan tidak mudah Ariella mengumpulkan keberanian untuk pergi ke ruang kerja untuk mencari Carlson, tapi dia malah ditolak oleh Carlson.
Dia tidak percaya Carlson tidak tahu apa yang ingin dia lakukan, jelas-jelas Carlson menciumnya dengan begitu kuat, bahkan Ariella juga merasakan dia …
Ariella tidak berani memikirkannya lagi, jika dia memikirkannya maka dia pasti akan merasa malu dan tidak akan bisa tidur sepanjang malam.
Ketika sedang berpikir, Carlson mendorong pintu dan masuk ke dalam, mendengar dia sangat berhati-hati ketika membuka pintu, langkah kakinya juga sangat ringan, seharusnya Carlson khawatir akan membangunkannya.
Ariella bahkan tidak bisa tidur, apanya yang bisa dibangunkan?
Benar-benar menyebalkan!
Carlson berbaring di ranjang, menarik selimut untuk menyelimuti Ariella dengan baik, kemudian berbaring di samping Ariella, lalu mendengar Carlson menghela nafas dengan pelan.
Dia masih menghela nafas?
Ariella benar-benar sangat tertekan, mengangkat kaki kemudian menendangnya.
Kekuatannya tidak pelan, dia menendang paha Carlson, merasakan Carlson sedikit tercengang, kemudian mendengarnya berkata: “Jangan membuat masalah.”
Nada suaranya sangat tidak berdaya, seperti orangtua yang tidak berdaya pada anaknya yang nakal.
Ariella menarik kakinya, tersipu dan berbisik: “Aku tidak sedang membuat masalah denganmu.”
“Ariella—” Carlson kembali menyebut namanya dengan suara rendah, terpaku sejenak kemudian berkata, “Aku tidak ingin kamu melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan hatimu, apa kamu mengerti?”
Ariella awalnya tidak mengerti, tapi setelah Carlson mengatakan seperti itu, dia akhirnya mengerti.
Ternyata Carlson khawatir bahwa Ariella bersikap baik padanya karena status keduanya dan bukan karena dari hatinya yang tulus.
Mereka sudah mendaftarkan pernikahan selama 3 bulan, tapi pria ini masih mematuhi janji awalnya, masih bersedia menunggunya, menunggunya untuk menerimanya sepenuhnya.
Ariella berbalik badan, berguling ke samping Carlson, menarik lengannya untuk dijadikan bantal di bawah kepalanya: “Hmm, aku mengerti.”
Tapi Ariella tidak berbuat hal yang menentang hatinya, apa Carlson mengerti?
“Ayo tidur.” Carlson mengusap kepalanya, berkata dengan lembut.
Malam yang panjang, berapa banyak pria dan wanita yang berpelukan satu sama lain dan tertidur, dua hati yang panas ini berdetak dengan sangat cepat karena satu sama lain, tetapi mereka masih mampu memegang garis pertahanan terakhir.
Hari berikutnya, ketika Ariella bangun, Carlson masih duduk di dekat jendela dan membaca koran.
Masih hujan hari ini, tidak ada sinar matahari yang masuk, Carlson terlihat seakan memiliki aura yang melankolis.
“Sudah bangun.” Masih seperti biasa, ketika Ariella bangun, dia akan menoleh dan melihat ke arahnya, menyapanya dengan lembut.
Ariella mengangguk.
Tanpa sadar kembali teringat soal dia yang berinisiatif merayunya tadi malam, wajah Ariella yang halus itu kembali memerah.
Carlson bangkit dan berjalan ke arahnya, meraih kakinya.
Ariella terkejut, secara reflek menghindarinya, tapi mendengar Carlson berkata: “Aku ingin melihat bagaimana keadaan kakimu.”
“Oh.” Ariella menjawab sekilas dengan pelan, ternyata Carlson ingin memeriksa lukanya kemarin, Ariella kembali berpikir macam-macam.
Carlson menekannya dengan sedikit kencang: “Apa masih sakit?”
Ariella menggelengkan kepalanya: “Sudah tidak terasa apa-apa lagi, terima kasih!”
Carlson melepaskannya dan berkata: “Pergilah membersihkan diri. Aku akan menunggumu untuk sarapan.”
Carlson kembali mengajak Mianmian keluar dulu dan menunggunya, hari yang biasa, sangat biasa hingga membuat orang mungkin akan merasa bosan, tapi Ariella malah sangat puas.
Berapa tahun telah berlalu, Ariella akhirnya benar-benar menemukan perasaan memiliki rumah.
Akhirnya ada seseorang yang mau menemaninya sepanjang hari, tidak memintanya untuk memberikan apa pun padanya, hanya tinggal bersamanya dengan sederhana.
Melihat sosok belakangnya, sudut bibir Ariella sedikit terangkat, dia mengulas senyum manis.
Di meja makan, ada beragam sarapan bergizi seperti biasa, indah dan lezat, suasana hati Ariella sangat baik, makan lebih banyak dari biasanya.
Carlson meletakkan sendok sangat awal, menatapnya dalam diam, seolah-olah dalam semalam, Ariella ini kembali menjadi Ariella tiga tahun lalu.
Ariella yang memiliki semangat tinggi, melakukan pekerjaannya dengan riang, sekujur tubuhnya membawa aura yang ceria, bahkan tidak akan takut walaupun langit runtuh.
Ariella yang seperti ini, lebih ceria, lebih membuat orang lain tidak bisa mengalihkan pandangan mereka, tapi tetap masih membuat orang ingin memilikinya dan melindunginya dengan baik.
Dan Carlson rela menjadi orang yang melindungi Ariella seumur hidupnya.
“Aku sudah kenyang.” Ariella mendongak, menatapnya dengan senyuman, senyum yang cerah itu seakan menambah kehangatan pada cuaca dingin.
“Hmm.” Carlson menatapnya, sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya, berkata setelah beberapa saat, “Aku harus dinas selama beberapa hari.”
Kembali pergi dinas!
Hati Ariella kecewa dengan tidak jelas, tapi dia tidak menunjukkannya, masih tersenyum pada Carlson: “Pergilah. Ada Mianmian yang menemaniku di rumah.”
Pandangan mereka saat ini menoleh bersamaan pada Mianmian yang berada di bawah kursi, Mianmian juga sangat bekerja sama dengan menggonggong sekilas, seakan sedang berkata, dia akan menemani Ibunya dengan baik.
Ariella memeluk Mianmian, mengelus kepalanya: “Bayi kecil, kamu harus mengubah panggilanu nanti. Jangan panggil Paman Carlson, panggil Ayah. Jika kamu ingin sedikit lebih keren maka panggil Daddy.”
Setelah selesai berbicara, Ariella kembali memandang Carlson, mengerjapkan mata dan bertanya: “Apa Mianmian boleh memanggilmu seperti itu?”
“Tentu saja boleh!” Ini adalah kata-kata hati Carlson, tapi dia malah tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangguk dengan pelan, raut wajahnya dengan tenang dan tidak bisa melihat apa yang sedang dia pikirkan.
Ariella tidak ingin melepaskannya begitu saja, terus bertanya: “Katakan sesuatu.”
Ariella yang seperti ini lebih energik, Carlson lebih tidak berdaya padanya, hanya bisa berkata: “Boleh.”
“Hmm.” Ariella tersenyum puas, melepaskan Mianmian dan bersiap untuk berberes dan pergi bekerja. Ketika kembali ke kamar, Carlson juga masuk, membawa dasi di tangannya, sedang ingin memakainya sendiri. Ariella melihat ke arahnya, tidak bisa menahan diri untuk tidak memandangnya.
Carlson memperhatikan tatapan Ariella, menolehkan kepala dan menatapnya: “Kenapa?”
“Aku …” Ariella menatap mata Carlson yang dalam, tanpa sadar menggigit bibirnya yang lembut, ingin berbicara kemudian berhenti.
Matanya berkilau dengan air, seperti ada ribuan kata-kata dan pikiran yang ingin dikeluarkan, tapi dia hanya bisa menggigit bibirnya, semuanya tertahan di tenggorokan, tidak lagi melihat hari esok.
Carlson terpaku dengan tatapan ini, hanya berpikir bahwa wanita ini pasti sedang memikirkan macam-macam, dan mencari masalah untuk dirinya sendiri.
Carlson menghela nafas pelan, melepaskan dasi yang masih belum selesai dipakai, berjalan ke sisi Ariella, pandangan matanya dengan tegas menembus ke dalam mata Ariella, dengan lembut berkata: “Jangan khawatir, aku akan segera kembali.”
Carlson berkata dengan sangat lembut.
Ariella mendengar perkataan itu, tersenyum, tahu bahwa Carlson pasti salah mengerti maksudnya. Tapi Ariella tidak mengatakannya, hanya tersenyum dan mengangguk, lalu mengulurkan tangan mengambil dasi di tangan Carlson, kemudian dengan pelan memakaikannya pada Carlson.
Aku hanya ingin memakaikan dasi untukmu seumur hidup.
“Di kemudian hari … bairkan aku yang membantumu untuk memakai dasi.” Ariella menundukkan kepala, berkata dengan pelan.
Pada zaman kuno ada seorang pria yang menggambar alis untuk istrinya seumur hidup, hari ini biarkan aku yang memakaikan dasi untukmu seumur hidup.
Mulai semalam, Ariella seperti berubah menjadi orang lain.
Dia sudah tidak lagi terjerat pada dendam masa lalu, akhirnya bersedia untuk menghadapi hubungan di antara mereka, mengenai perubahannya ini, Carlson sangat terkejut, tapi dibandingkan dengan keterkejutannya, hatinya penuh dengan rasa bahagia dan antusiasme, masuk ke dalam bagian terdalam di dalam hatinya.