Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 91
Bab 91 Dengan Cara Lain Menemaninya
“Jika dia berani bertindak macam-macam, aku tidak akan pernah melepaskannya.” Ariella memicingkan mata, berkata dengan kejam.
Jika terus bersembunyi, hanya akan membuat Ivander semakin tidak kenal takut, Ariella tidak lagi ingin orang lain mengaturnya.
Walaupun Group Primedia sangat kuat, juga tidak bisa berbuat sesukanya, dan lagi ini adalah negara berbasis hukum, yang lebih penting adalah Ariella bersedia untuk percaya pada Carlson.
Ariella percaya Carlson memiliki kemampuan, jika Ivander bernai melakukan sesuatu, Carlson tidak akan pernah duduk diam.
“Ariella…” Puspita tiba-tiba memeluk Ariella, menepuk punggungnya dengan kuat, “Ariella, semangat! Berjanjilah, jangan biarkan si brengsek itu melukaimu.”
Karena melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Ariella dikhianati dan disakiti, Puspita baru mengerti seberapa dalam Ariella disakiti.
Tapi, mereka yang menyakitinya tidak hanya tidak tahu bagaimana harus bertobat, tapi sekarang mereka masih mencarinya, apa mereka masih ingin menyakitinya sekali?
“Puspita, tenang saja, tidak ada yang bisa menyakitiku lagi.” Ariella tersenyum, matanya jernih dan tegas.
Karena dia tidak sendirian lagi, masih ada orang yang menemaninya, percaya padanya, memberikan dukungan dan kekuatan, dan orang itu adalah suaminya – Carlson!
Orang yang dia percaya, kehidupan yang dia inginkan, Ariella tidak akan membiarkan siapa pun menghancurkannya.
Selama ini, Ariella adalah orang yang begitu tegas.
Dalam perjalanan pulang, Ariella pergi untuk membeli sebotol semprotan merica untuk dibawa di dalam tas miliknya, untuk berjaga-jaga.
Ariella tidak ingin Carlson terluka, jadi dia harus melindungi dirinya sendiri baik-baik.
Melindungi dirinya dengan baik, maka dia tidak akan membuat Carlson menerima ancaman dari orang lain, sehingga Carlson dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya di luar, tidak membuat Carlson sibuk bekerja dan masih mengkhawatirkan Ariella.
Kembali ke rumah, Mianmian langsung menyambutnya, menggonggong beberapa kali.
Ariella menggendongnya: “Sayang, sudah lapar kan.”
Ariella tidak menginap di tempat Puspita, hanya anjing kecil ini tidak ada yang merawatnya di rumah.
Mianmian kembali menggonggong beberapa kali, seakan sedang berkata dia memang sudah lapar.
Ariella meletakkan Mianmian di atas meja, pergi untuk mengambil mangkuknya, dan menaruh makanannya: “Bocah kecil, makanlah.”
Mianmian menggonggong dengan manja kemudian baru mulai menggigit tulang miliknya.
Ariella memandangi Mianmian, pandangan matanya lembut, Mianmian di depan matanya seakan tampak seperti bayi kecil, bayi kecil dengan dua tangan kecilnya yang gemuk sedang memegang botol berusaha untuk minum susu.
Minum dan minum, bayi kecil itu mendongak dan tersenyum padanya, memanggilnya “Ibu” dengan suaranya yang imut.
Ariella tiba-tiba tersadar, menepuk wajahnya dengan keras, apa yang dipikirkannya sepanjang hari.
Karena memikirkan untuk memiliki bayi, tidak ada orang di sekitar yang melihatnya, Ariella juga merasa sangat malu, bergegas berlari kembali ke kamar untuk mandi.
Setelah mandi, Mianmian sudah makan dengan kenyang, dia terus mengikuti dan berputar di dekat Ariella.
“Mianmian, kamu jangan bergerak, Ibu akan melukis fotomu.” Ariella ingin kembali memegang pena gambar, jadi dia akan latihan dengan menggunakan Mianmian.
Lagipula tidak peduli bagaimanapun hasil gambarnya, Mianmian juga tidak akan memprotesnya.
Mianmian sangat patuh, duduk di samping dan tidak bergerak, Ariella juga menggambar dengan sangat serius, meskipun tangannya terasa kaku, tapi hasil gambarnya masih lumayan.
Setelah selesai menggambar, dia mengambil kertas itu dan mengguncangnya di depan Mianmian: “Sayang, lihatlah bagaimana hasil gambaran Ibumu.”
“Guk Guk Guk…” Mianmian menggonggong dengan bersemangat, sepertinya dia sangat puas.
“Terima kasih sayang atas penegasanmu.” Ariella mengelus kepala Mianmian, “Sudah larut. Tidurlah.”
Waktu sudah menunjukkan jam 11 malam, jika Carlson ada di rumah, Ariella sudah berbaring di ranjang untuk tidur saat ini, dan Carlson masih sibuk di dalam ruang kerjanya.
Tidak tahu apa ketika Carlson dinas, juga akan sibuk hingga begitu larut?
Ketika memikirkan Carlson, Ariella sangat ingin meneleponnya untuk bertanya, ketika memikirkannya, Ariella sudah memegang ponselnya di tangannya.
Jika ingin menelepon maka telepon saja, mengapa harus ragu?
Jadi Ariella mencari nomor ponsel Carlson, dengan cepat meneleponnya, dengan segera terhubung, suara rendah Carlson yang enak didengar itu terdengar di telinganya: “Kenapa masih belum tidur?”
“Kamu tidak di sini, aku tidak bisa tidur sendirian.” Ariella benar-benar ingin mengatakan seperti itu kepadanya, tapi apa yang dia katakan adalah, “Ingin tahu apa kamu masih sibuk?”
“Hmm.” Carlson menjawab sekilas dengan pelan, lalu berkata, “Masih ada sedikit pekerjaan yang tersisa yang belum selesai.”
“Tuan Carlson, boss besar-mu itu Carlton dari Group Aces bukan. Dia membuatmu bekerja lembur setiap hari, apa dia akan memberimu uang lembur?”
Ariella tiba-tiba sedikit membenci Carlton dari Group Aces, mengapa dia harus mengatur begitu banyak pekerjaan untuk Carlson, Ariella tidak pernah melihat Carlson pergi tidur lebih awal, dan juga Carlson masih harus bangun begitu pagi.
Tidak menyangkan Ariella tiba-tiba akan menyebut Carlton, Carlson sedikit terpaku, kemudian berkata, “Dia akan memberiku bonus, aku bekerja semakin banyak maka akan menghasilkan banyak uang.”
“Kalau begitu jangan menghasilkan terlalu banyak, jangan biarkan dirimu begitu lelah.” Lagipula Ariella juga bisa mendapatkan uang untuk menghidupi keluarganya, tidak mengandalkan Carlson seorang diri, jadi Ariella tidak ingin Carlson begitu lelah.
Carlson tiba-tiba tersenyum, suara rendah itu terdengar di telepon: “Jika aku mengatakan bahwa aku adalah Carlton, apa yang akan kamu pikirkan?”
“Kamu bukan Carlton.” Ariella tidak menginginkan Carlton, pria legendaris yang tampan tapi playboy itu, sudah pasti bukan Carlson-nya yang begitu baik.
“Bagaimana jika iya?” Carlson sepertinya sangat berikeras mengenai masalah ini.
“Tidak ada jika, karena kamu itu bukan.” Pertanyaan hipotetis ini tidak benar, Ariella tidak ingin berdebat dengannya.
Tidak tahu kenapa, biasanya pria ini tidak pernah membicarakan topik yang tidak berarti seperti ini, apa yang terjadi hari ini?
Apa dia ingin mengambil kesempatan untuk mengatakan beberapa kata kepadanya?
Sebenarnya Carlson bisa mengatakannya langsung, lagipula Ariella juga tidak akan membencinya.
Setelah beberapa saat, Carlson kembali berkata: “Aku masih harus bekerja, biarkan saja teleponnya tersambung, jika ada sesuatu panggil aku.”
“Apa kamu sedang menggunakan cara seperti ini untuk menemaniku?” Tidak peduli apakah Carlson bermaksud seperti itu apa tidak, Ariella anggap seperti itu.
“Hmm.” Tidak disangka pria di ujung telepon itu mengakuinya.
“Kalau begitu kamu letakkan saja ponselnya, jika ada sesuatu, aku akan memanggilmu.” Hati Ariella hangat, ada Carlson yang menggunakan cara seperti ini untuk menemani di sampingnya, Ariella sepertinya tidak merasa kedinginan.
Ariella berbaring di ranjang, meletakkan ponselnya di tepi bantal, membayangkan Carlson berbaring di sebelahnya: “Carlson …”
“Hmm?” Benar saja, pria itu langsung merespon ketika dipanggil.
Ariella tersenyum dengan nakal: “Tidak apa-apa, aku hanya memanggilmu, ingin lihat apa kamu mendengarku atau tidak.”
Carlson berkata: “Jika memiliki sesuatu yang ingin kamu katakan padaku maka katakan saja, aku sudah selesai bekerja.”
Ariella berpikir, memang ada hal yang ingin dia diskusikan dengannya.
Jadi, dia bertanya: “Carlson, aku ingin mengundurkan diri dan menjalankan studio desain gaun pernikahan dengan Puspita, apa kamu akan mendukungku?”
“Ariella—” Carlson memanggil namanya lagi, “Setiap keputusan yang kamu buat, aku akan menghormati dan mendukungmu.”
Suaranya sangat rendah, dengan hangat menyerang hati Ariella.
Carlson selalu menepati janji, jadi ketika Ariella mengungkit masalah ini, Carlson dengan tidak ragu menyetujuinya.
“Jika dia berani bertindak macam-macam, aku tidak akan pernah melepaskannya.” Ariella memicingkan mata, berkata dengan kejam.
Jika terus bersembunyi, hanya akan membuat Ivander semakin tidak kenal takut, Ariella tidak lagi ingin orang lain mengaturnya.
Walaupun Group Primedia sangat kuat, juga tidak bisa berbuat sesukanya, dan lagi ini adalah negara berbasis hukum, yang lebih penting adalah Ariella bersedia untuk percaya pada Carlson.
Ariella percaya Carlson memiliki kemampuan, jika Ivander bernai melakukan sesuatu, Carlson tidak akan pernah duduk diam.
“Ariella…” Puspita tiba-tiba memeluk Ariella, menepuk punggungnya dengan kuat, “Ariella, semangat! Berjanjilah, jangan biarkan si brengsek itu melukaimu.”
Karena melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Ariella dikhianati dan disakiti, Puspita baru mengerti seberapa dalam Ariella disakiti.
Tapi, mereka yang menyakitinya tidak hanya tidak tahu bagaimana harus bertobat, tapi sekarang mereka masih mencarinya, apa mereka masih ingin menyakitinya sekali?
“Puspita, tenang saja, tidak ada yang bisa menyakitiku lagi.” Ariella tersenyum, matanya jernih dan tegas.
Karena dia tidak sendirian lagi, masih ada orang yang menemaninya, percaya padanya, memberikan dukungan dan kekuatan, dan orang itu adalah suaminya – Carlson!
Orang yang dia percaya, kehidupan yang dia inginkan, Ariella tidak akan membiarkan siapa pun menghancurkannya.
Selama ini, Ariella adalah orang yang begitu tegas.
Dalam perjalanan pulang, Ariella pergi untuk membeli sebotol semprotan merica untuk dibawa di dalam tas miliknya, untuk berjaga-jaga.
Ariella tidak ingin Carlson terluka, jadi dia harus melindungi dirinya sendiri baik-baik.
Melindungi dirinya dengan baik, maka dia tidak akan membuat Carlson menerima ancaman dari orang lain, sehingga Carlson dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya di luar, tidak membuat Carlson sibuk bekerja dan masih mengkhawatirkan Ariella.
Kembali ke rumah, Mianmian langsung menyambutnya, menggonggong beberapa kali.
Ariella menggendongnya: “Sayang, sudah lapar kan.”
Ariella tidak menginap di tempat Puspita, hanya anjing kecil ini tidak ada yang merawatnya di rumah.
Mianmian kembali menggonggong beberapa kali, seakan sedang berkata dia memang sudah lapar.
Ariella meletakkan Mianmian di atas meja, pergi untuk mengambil mangkuknya, dan menaruh makanannya: “Bocah kecil, makanlah.”
Mianmian menggonggong dengan manja kemudian baru mulai menggigit tulang miliknya.
Ariella memandangi Mianmian, pandangan matanya lembut, Mianmian di depan matanya seakan tampak seperti bayi kecil, bayi kecil dengan dua tangan kecilnya yang gemuk sedang memegang botol berusaha untuk minum susu.
Minum dan minum, bayi kecil itu mendongak dan tersenyum padanya, memanggilnya “Ibu” dengan suaranya yang imut.
Ariella tiba-tiba tersadar, menepuk wajahnya dengan keras, apa yang dipikirkannya sepanjang hari.
Karena memikirkan untuk memiliki bayi, tidak ada orang di sekitar yang melihatnya, Ariella juga merasa sangat malu, bergegas berlari kembali ke kamar untuk mandi.
Setelah mandi, Mianmian sudah makan dengan kenyang, dia terus mengikuti dan berputar di dekat Ariella.
“Mianmian, kamu jangan bergerak, Ibu akan melukis fotomu.” Ariella ingin kembali memegang pena gambar, jadi dia akan latihan dengan menggunakan Mianmian.
Lagipula tidak peduli bagaimanapun hasil gambarnya, Mianmian juga tidak akan memprotesnya.
Mianmian sangat patuh, duduk di samping dan tidak bergerak, Ariella juga menggambar dengan sangat serius, meskipun tangannya terasa kaku, tapi hasil gambarnya masih lumayan.
Setelah selesai menggambar, dia mengambil kertas itu dan mengguncangnya di depan Mianmian: “Sayang, lihatlah bagaimana hasil gambaran Ibumu.”
“Guk Guk Guk…” Mianmian menggonggong dengan bersemangat, sepertinya dia sangat puas.
“Terima kasih sayang atas penegasanmu.” Ariella mengelus kepala Mianmian, “Sudah larut. Tidurlah.”
Waktu sudah menunjukkan jam 11 malam, jika Carlson ada di rumah, Ariella sudah berbaring di ranjang untuk tidur saat ini, dan Carlson masih sibuk di dalam ruang kerjanya.
Tidak tahu apa ketika Carlson dinas, juga akan sibuk hingga begitu larut?
Ketika memikirkan Carlson, Ariella sangat ingin meneleponnya untuk bertanya, ketika memikirkannya, Ariella sudah memegang ponselnya di tangannya.
Jika ingin menelepon maka telepon saja, mengapa harus ragu?
Jadi Ariella mencari nomor ponsel Carlson, dengan cepat meneleponnya, dengan segera terhubung, suara rendah Carlson yang enak didengar itu terdengar di telinganya: “Kenapa masih belum tidur?”
“Kamu tidak di sini, aku tidak bisa tidur sendirian.” Ariella benar-benar ingin mengatakan seperti itu kepadanya, tapi apa yang dia katakan adalah, “Ingin tahu apa kamu masih sibuk?”
“Hmm.” Carlson menjawab sekilas dengan pelan, lalu berkata, “Masih ada sedikit pekerjaan yang tersisa yang belum selesai.”
“Tuan Carlson, boss besar-mu itu Carlton dari Group Aces bukan. Dia membuatmu bekerja lembur setiap hari, apa dia akan memberimu uang lembur?”
Ariella tiba-tiba sedikit membenci Carlton dari Group Aces, mengapa dia harus mengatur begitu banyak pekerjaan untuk Carlson, Ariella tidak pernah melihat Carlson pergi tidur lebih awal, dan juga Carlson masih harus bangun begitu pagi.
Tidak menyangkan Ariella tiba-tiba akan menyebut Carlton, Carlson sedikit terpaku, kemudian berkata, “Dia akan memberiku bonus, aku bekerja semakin banyak maka akan menghasilkan banyak uang.”
“Kalau begitu jangan menghasilkan terlalu banyak, jangan biarkan dirimu begitu lelah.” Lagipula Ariella juga bisa mendapatkan uang untuk menghidupi keluarganya, tidak mengandalkan Carlson seorang diri, jadi Ariella tidak ingin Carlson begitu lelah.
Carlson tiba-tiba tersenyum, suara rendah itu terdengar di telepon: “Jika aku mengatakan bahwa aku adalah Carlton, apa yang akan kamu pikirkan?”
“Kamu bukan Carlton.” Ariella tidak menginginkan Carlton, pria legendaris yang tampan tapi playboy itu, sudah pasti bukan Carlson-nya yang begitu baik.
“Bagaimana jika iya?” Carlson sepertinya sangat berikeras mengenai masalah ini.
“Tidak ada jika, karena kamu itu bukan.” Pertanyaan hipotetis ini tidak benar, Ariella tidak ingin berdebat dengannya.
Tidak tahu kenapa, biasanya pria ini tidak pernah membicarakan topik yang tidak berarti seperti ini, apa yang terjadi hari ini?
Apa dia ingin mengambil kesempatan untuk mengatakan beberapa kata kepadanya?
Sebenarnya Carlson bisa mengatakannya langsung, lagipula Ariella juga tidak akan membencinya.
Setelah beberapa saat, Carlson kembali berkata: “Aku masih harus bekerja, biarkan saja teleponnya tersambung, jika ada sesuatu panggil aku.”
“Apa kamu sedang menggunakan cara seperti ini untuk menemaniku?” Tidak peduli apakah Carlson bermaksud seperti itu apa tidak, Ariella anggap seperti itu.
“Hmm.” Tidak disangka pria di ujung telepon itu mengakuinya.
“Kalau begitu kamu letakkan saja ponselnya, jika ada sesuatu, aku akan memanggilmu.” Hati Ariella hangat, ada Carlson yang menggunakan cara seperti ini untuk menemani di sampingnya, Ariella sepertinya tidak merasa kedinginan.
Ariella berbaring di ranjang, meletakkan ponselnya di tepi bantal, membayangkan Carlson berbaring di sebelahnya: “Carlson …”
“Hmm?” Benar saja, pria itu langsung merespon ketika dipanggil.
Ariella tersenyum dengan nakal: “Tidak apa-apa, aku hanya memanggilmu, ingin lihat apa kamu mendengarku atau tidak.”
Carlson berkata: “Jika memiliki sesuatu yang ingin kamu katakan padaku maka katakan saja, aku sudah selesai bekerja.”
Ariella berpikir, memang ada hal yang ingin dia diskusikan dengannya.
Jadi, dia bertanya: “Carlson, aku ingin mengundurkan diri dan menjalankan studio desain gaun pernikahan dengan Puspita, apa kamu akan mendukungku?”
“Ariella—” Carlson memanggil namanya lagi, “Setiap keputusan yang kamu buat, aku akan menghormati dan mendukungmu.”
Suaranya sangat rendah, dengan hangat menyerang hati Ariella.
Carlson selalu menepati janji, jadi ketika Ariella mengungkit masalah ini, Carlson dengan tidak ragu menyetujuinya.