Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 993
Bab 993 Mengenal Ulang
“Abang Hansel!” Ia terus berteriak memanggil namanya, berharap tak bangun dari mimpi indahnya.
“Riella!” Ia mendengar dia sedang berteriak namanya, kemudian lebih bersemangat.
Dia tak hanya menjawabnya, tetapi masih berharap dia tertawa, tertawa seperti nyata, sangking nyata hingga ia bisa merasakan suhu tubuh dia yang hangat masuk kedalam tubuhnya melalui genggaman tangan.
“Abang Hansel, apakah kamu bisa memelukku?” Meskipun hanya mimpi, ia masih ingin dia bisa memeluknya dan memberikannya kehangatan.
Belum saja perkataan ia terlontarkan, Abang Hansel sudah ada disamping, dia tidak memeluknya tetapi menundukkan kepala dan mencium jidatnya: “Riella, maaf! Aku datang terlambat!”
“Abang Hansel, tidak, tidak terlambat, sedikitpun tidak terlambat. Sekarang masih siang, masih jauh untuk menuju malam.” Biasanya ketika malam orang akan bermimpi, tetapi dia lebih cepat masuk kedalam mimpinya, bagaimana mungkin sudah malam.
“Anak bodoh ini, lagi ngomong apa?” Dia mendengar pekataannya benar-benar tak tahan untuk tidak tertawa, mungkin dia demam tinggi terlalu lama hingga membuat otaknya menjadi panas.
“Abang Hansel, kamu temanin aku sebentar.” Ia memegang erat tangannya, seakan takut tangannya akan lepas, “Mimpi ini terlalu nyata, sangking nyatanya seakan kamu berada disampingku, kalau gitu biarkan aku bermimpi lagi sebentar.”
Ternyata, anak ini mengira semua ini hanyalah sebuah mimpi.
Ravindra mengangkat dan memeluknya: “Anak bodoh, kamu nggak lagi mimpi. Ini nyata, aku datang mencarimu.”
“Bukan mimpi?” Oriella mengucek pelan matanya, dia masih berada didepannya, “Nggak mungkin? Kalau bukan mimpi, seharusnya ketika aku buka mata harusnya kamu menghilang.”
Beberapa waktu ini ia selalu bermimpi tentang dirinya, setiap kali dia memberitahunya bahwa dia nyata, Ia mengulurkan tangannya tetapi selalu tidak dapat memegangnya.
Berkali-kali merasa kecewa, berkali-kali dia merasa sedih, sampai saat ini ia masih tidak percaya kalau dia tiba-tiba muncul dihadapannya.
Ravindra mengelus pelan kepalanya: “Membuka mata dan dapat melihat diriku, berarti itu membuktikan kalau ini bukan mimpi.”
Sepertinya otak Riella terbakar, dia sudah menemaninya semalaman, siapa sangka ketika ia sadar malah memberikannya respon seperti ini.
Tetapi membuatnya merasa tidak aman seperti ini, seharusnya menyalahkan diri dia sendiri, siapa suruh dia tanpa memberi tahu Riella langsung membuat berita kematian seperti ini, tentu membuat dia terkejut.
“Abang Hansel, kamu bilang aku ngga lagi mimpi? Kamu benar-benar ada disampingku?” Ia bertanya, bertanya dengan hati-hati, selesai bertanya, ia nervous hingga tidak berani membuka matanya sebentar, lalu ketika mata terbuka ia melihat dia dalam diam, takut melewati semua perubahan.
“Riella, kamu ngga lagi mimpi.” Dia menarik tangannya, membiarkannya memegang wajah dia, lalu sekali lagi memastikannya, “Aku benar-benar berada disampingmu.”
Mendengar jawaban dia yang pasti, Oriella pelan-pelan menghela nafas lega, tangis kembali menyeliputinya.
“Abang Hansel, kamu tunggu sebentar, biarkan aku tenangin diri dulu.” Ia menyerka air mata, menangis seperti anak kecil, “Aku ngga pengen nangis, tapi aku ngga tahu kenapa aku nggak bisa kontrol air mataku.”
Beberapa waktu ini ia menangis mungkin lebih banyak daripada sebelum ia berumur delapan belas tahun.
“Riella……” Melihat anak ini menangis, hati Ravindra lebih sedih, menundukkan kepala pelan-pelan menciumnya dan memeluknya.
Ia berkata dalam pelukannya: “Aku memang menangis, tapi aku bukan menangis sedih melainkan menangis senang, aku senang akhirnya Abang Hansel datang mencariku.”
Dia kembali menghela nafas dan berkata: “Senang nangis, sedih juga nangis, sepertinya nanti dirumah kita harus menyiapkan kolam renang yang banyak daripada rumah kita tenggelam.”
“Abang Hansel, kamu bercandai aku.” Heng, ia baru tahu ternyata Abang Hansel memiliki sisi yang tidak jelas seperti ini.
“Bukan, aku sedang mengingatkan diriku sendiri.” Melihat ia menyerka air mata, dia mengelus pelan kepalanya dan berkata, “Riella, aku sekarang ingin memperkenalkan ulang diri aku.”
“En?” Oriella tidak mengerti, apa maksud dia memperkenalkan ulang diri, lantas orang yang dulu ia kenal palsu?
Ravindra tiba-tiba dengan serius berkata: “Namaku Ravindra, baru saja berusia tiga puluh tahun, seorang pengusaha kecil. Nona Oriella, kalau kamu tidak merasa jijik dengan aku, apakah kamu menjadi pacar aku?”
“Ravindra?” Oriella seperti mengerti sesuatu, Abang Hansel melepaskan negara A dan semua kekuasaannya, lalu datang kesampingnya.
Ravindra!
Dia menggunakan identitas baru untuk datang kesampingnya, menggunakan identitas seorang pria biasa untuk kembali mengejarnya.
Ia terdiam, membuat Ravindra panik: “Riella……”
Oriella tertawa padanya: “Aku pikir sejak awal aku adalah pacarmu. Tetapi sekarang kamu tanya seperti ini, sepertinya aku yang terlalu pede sendiri.”
“Dulu kamu adalah pacar Miguel, sekarang orang yang ada dihadapanmu adalah Ravindra, apakah kamu bersedia menjadi pacarnya?” Ravindra tetap ingin mendapatkan jawaban yang pasti.
Dulu ia memang pacarnya, tetapi hari ini dia sudah mengganti identitas, tentu saja ia perlu mengenal ulang dia, dan kembali menjawab dia sebagai pacarnya, sebagai pacar Ravindra.
Oriella berkata: “Tentu saja aku bersedia menjadi pacarmu. Aku tak hanya ingin menjadi pacarmu, tetapi aku juga ingin menjadi istrimu dan ibu dari anak-anakmu.”
“Ok, aku janji.” Dia tertawa menjawabnya.
Suara mereka berakhir dengan ciuman dari Miguel.
……
“Tuan Muda, Nona sudah baik-baik saja.” Oscar membuka pintu, melihat Sebastian yang sedang berdiri dijendela, dengan sopan laporan. Sebastian tidak menjawabnya, kedua matanya melihat jauh, melihat ketempat taman yang jauh disana, karena disana ada orang yang tak tega dia tinggal tapi mau tak mau harus melepaskannya.
Sebastian berdiri diam, Oscar juga mengikutinya berdiri diam, diam-diam disampingnya untuk menjaganya, sama sekali tidak berbicara.
Setelah berlalu lama, Sebastian melepaskan tatapan: “Ayo pergi.”
Pria itu sudah datang, pria itu melepaskan segalanya demi berada disamping Riella, dia seharusnya bahagia untuknya.
Tetapi tidak bisa bahagia, orang itu datang demam dia menurun, itu berarti membuktikan bahwa dihati dia tidak ada yang bisa menggantikan.
Selama ini, ia selalu ingin menggantikan posisi itu dihatinya, tetapi ia sudah berusaha belasan tahun, ia sama sekali tidak pernah berhasil menggoyahkannya.
Memikirkan hal ini, hati Sebastian serasa sangat pahit, tetapi kali ini dia benar-benar ingin merestui mereka.
Daripada terus melihatnya sakit, ia lebih suka melihat dia yang ceria seperti matahari yang sangat hangat.
Dan dia, akhirnya bisa pergi dengan tenang, pergi ketempat yang ia ingin pergi, pergi menjalani hidup yang ingin ia lewati, pergi melakukan pekerjaan yang ia suka.
Hanya saja, jika berjodoh pasti akan bertemu kembali.
“Abang Hansel!” Ia terus berteriak memanggil namanya, berharap tak bangun dari mimpi indahnya.
“Riella!” Ia mendengar dia sedang berteriak namanya, kemudian lebih bersemangat.
Dia tak hanya menjawabnya, tetapi masih berharap dia tertawa, tertawa seperti nyata, sangking nyata hingga ia bisa merasakan suhu tubuh dia yang hangat masuk kedalam tubuhnya melalui genggaman tangan.
“Abang Hansel, apakah kamu bisa memelukku?” Meskipun hanya mimpi, ia masih ingin dia bisa memeluknya dan memberikannya kehangatan.
Belum saja perkataan ia terlontarkan, Abang Hansel sudah ada disamping, dia tidak memeluknya tetapi menundukkan kepala dan mencium jidatnya: “Riella, maaf! Aku datang terlambat!”
“Abang Hansel, tidak, tidak terlambat, sedikitpun tidak terlambat. Sekarang masih siang, masih jauh untuk menuju malam.” Biasanya ketika malam orang akan bermimpi, tetapi dia lebih cepat masuk kedalam mimpinya, bagaimana mungkin sudah malam.
“Anak bodoh ini, lagi ngomong apa?” Dia mendengar pekataannya benar-benar tak tahan untuk tidak tertawa, mungkin dia demam tinggi terlalu lama hingga membuat otaknya menjadi panas.
“Abang Hansel, kamu temanin aku sebentar.” Ia memegang erat tangannya, seakan takut tangannya akan lepas, “Mimpi ini terlalu nyata, sangking nyatanya seakan kamu berada disampingku, kalau gitu biarkan aku bermimpi lagi sebentar.”
Ternyata, anak ini mengira semua ini hanyalah sebuah mimpi.
Ravindra mengangkat dan memeluknya: “Anak bodoh, kamu nggak lagi mimpi. Ini nyata, aku datang mencarimu.”
“Bukan mimpi?” Oriella mengucek pelan matanya, dia masih berada didepannya, “Nggak mungkin? Kalau bukan mimpi, seharusnya ketika aku buka mata harusnya kamu menghilang.”
Beberapa waktu ini ia selalu bermimpi tentang dirinya, setiap kali dia memberitahunya bahwa dia nyata, Ia mengulurkan tangannya tetapi selalu tidak dapat memegangnya.
Berkali-kali merasa kecewa, berkali-kali dia merasa sedih, sampai saat ini ia masih tidak percaya kalau dia tiba-tiba muncul dihadapannya.
Ravindra mengelus pelan kepalanya: “Membuka mata dan dapat melihat diriku, berarti itu membuktikan kalau ini bukan mimpi.”
Sepertinya otak Riella terbakar, dia sudah menemaninya semalaman, siapa sangka ketika ia sadar malah memberikannya respon seperti ini.
Tetapi membuatnya merasa tidak aman seperti ini, seharusnya menyalahkan diri dia sendiri, siapa suruh dia tanpa memberi tahu Riella langsung membuat berita kematian seperti ini, tentu membuat dia terkejut.
“Abang Hansel, kamu bilang aku ngga lagi mimpi? Kamu benar-benar ada disampingku?” Ia bertanya, bertanya dengan hati-hati, selesai bertanya, ia nervous hingga tidak berani membuka matanya sebentar, lalu ketika mata terbuka ia melihat dia dalam diam, takut melewati semua perubahan.
“Riella, kamu ngga lagi mimpi.” Dia menarik tangannya, membiarkannya memegang wajah dia, lalu sekali lagi memastikannya, “Aku benar-benar berada disampingmu.”
Mendengar jawaban dia yang pasti, Oriella pelan-pelan menghela nafas lega, tangis kembali menyeliputinya.
“Abang Hansel, kamu tunggu sebentar, biarkan aku tenangin diri dulu.” Ia menyerka air mata, menangis seperti anak kecil, “Aku ngga pengen nangis, tapi aku ngga tahu kenapa aku nggak bisa kontrol air mataku.”
Beberapa waktu ini ia menangis mungkin lebih banyak daripada sebelum ia berumur delapan belas tahun.
“Riella……” Melihat anak ini menangis, hati Ravindra lebih sedih, menundukkan kepala pelan-pelan menciumnya dan memeluknya.
Ia berkata dalam pelukannya: “Aku memang menangis, tapi aku bukan menangis sedih melainkan menangis senang, aku senang akhirnya Abang Hansel datang mencariku.”
Dia kembali menghela nafas dan berkata: “Senang nangis, sedih juga nangis, sepertinya nanti dirumah kita harus menyiapkan kolam renang yang banyak daripada rumah kita tenggelam.”
“Abang Hansel, kamu bercandai aku.” Heng, ia baru tahu ternyata Abang Hansel memiliki sisi yang tidak jelas seperti ini.
“Bukan, aku sedang mengingatkan diriku sendiri.” Melihat ia menyerka air mata, dia mengelus pelan kepalanya dan berkata, “Riella, aku sekarang ingin memperkenalkan ulang diri aku.”
“En?” Oriella tidak mengerti, apa maksud dia memperkenalkan ulang diri, lantas orang yang dulu ia kenal palsu?
Ravindra tiba-tiba dengan serius berkata: “Namaku Ravindra, baru saja berusia tiga puluh tahun, seorang pengusaha kecil. Nona Oriella, kalau kamu tidak merasa jijik dengan aku, apakah kamu menjadi pacar aku?”
“Ravindra?” Oriella seperti mengerti sesuatu, Abang Hansel melepaskan negara A dan semua kekuasaannya, lalu datang kesampingnya.
Ravindra!
Dia menggunakan identitas baru untuk datang kesampingnya, menggunakan identitas seorang pria biasa untuk kembali mengejarnya.
Ia terdiam, membuat Ravindra panik: “Riella……”
Oriella tertawa padanya: “Aku pikir sejak awal aku adalah pacarmu. Tetapi sekarang kamu tanya seperti ini, sepertinya aku yang terlalu pede sendiri.”
“Dulu kamu adalah pacar Miguel, sekarang orang yang ada dihadapanmu adalah Ravindra, apakah kamu bersedia menjadi pacarnya?” Ravindra tetap ingin mendapatkan jawaban yang pasti.
Dulu ia memang pacarnya, tetapi hari ini dia sudah mengganti identitas, tentu saja ia perlu mengenal ulang dia, dan kembali menjawab dia sebagai pacarnya, sebagai pacar Ravindra.
Oriella berkata: “Tentu saja aku bersedia menjadi pacarmu. Aku tak hanya ingin menjadi pacarmu, tetapi aku juga ingin menjadi istrimu dan ibu dari anak-anakmu.”
“Ok, aku janji.” Dia tertawa menjawabnya.
Suara mereka berakhir dengan ciuman dari Miguel.
……
“Tuan Muda, Nona sudah baik-baik saja.” Oscar membuka pintu, melihat Sebastian yang sedang berdiri dijendela, dengan sopan laporan. Sebastian tidak menjawabnya, kedua matanya melihat jauh, melihat ketempat taman yang jauh disana, karena disana ada orang yang tak tega dia tinggal tapi mau tak mau harus melepaskannya.
Sebastian berdiri diam, Oscar juga mengikutinya berdiri diam, diam-diam disampingnya untuk menjaganya, sama sekali tidak berbicara.
Setelah berlalu lama, Sebastian melepaskan tatapan: “Ayo pergi.”
Pria itu sudah datang, pria itu melepaskan segalanya demi berada disamping Riella, dia seharusnya bahagia untuknya.
Tetapi tidak bisa bahagia, orang itu datang demam dia menurun, itu berarti membuktikan bahwa dihati dia tidak ada yang bisa menggantikan.
Selama ini, ia selalu ingin menggantikan posisi itu dihatinya, tetapi ia sudah berusaha belasan tahun, ia sama sekali tidak pernah berhasil menggoyahkannya.
Memikirkan hal ini, hati Sebastian serasa sangat pahit, tetapi kali ini dia benar-benar ingin merestui mereka.
Daripada terus melihatnya sakit, ia lebih suka melihat dia yang ceria seperti matahari yang sangat hangat.
Dan dia, akhirnya bisa pergi dengan tenang, pergi ketempat yang ia ingin pergi, pergi menjalani hidup yang ingin ia lewati, pergi melakukan pekerjaan yang ia suka.
Hanya saja, jika berjodoh pasti akan bertemu kembali.