Viet Writer
Và Mai Có Nắng
-
Bab 1045
Bab 1045 Semua Orang Sedang Mencemaskannya
Di luar ruang baca.
Oriella menguping di depan pintu, ia sangat ingin tau apa yang dibicarakan mereka, tetapi dinding ruang baca terlalu tebal, dia tidak dapat mendengarkan apapun.
Dia sudang sangat cemas sekali, pas sekali Ariella melihatnya ketika ia sedang mengambil air minum, Ariella menggelengkan kepala, “Riella, apa uang sedang kamu lakukan?”
Setelah dipergoki tengah menguping, Oriella merasa sedikit tidak enak, tertawa dengan canggung, “Ibu, ayah sedang mengajak Abang Hansel berbicara, aku ingin bertanya ke mereka apakah ada yang mereka butuhkan?”
Apa yang tengah direncanakan oleh anak ini, Ariellasama sekali tidak mengerti, dia kemudian memberi gelas air yang dipegangnya kepada Oriella, “Nah, pas sekali, kamu kasih gelas ini kepada ayah mu, dan sekalian bilang padanya, kalau aku tengah mencarinya.”
Oriella dengan bahagianya berkata, “Ibu, kamu memang yang terbaik!”
Ariella menepuk-nepuk bahunya, “Jika aku tidak baik padamu, maka aku akan baik kepada siapa lagi. Masuklah, kalau tidak Abang Hansel mu akan dimakan ayahmu.”
Tapi pada saat ini, pintu ruangan tersebut terbuka, Ravindra melihat calon ibu mertuanya dan Oriella, “Kalian… mencemaskan ku?”
Oriella lalu mengembalikkan gelasnya kepada Ariella, menarik Ravindra kemudian melihat-lihat seperti memeriksa, “Abang Hansel, apakah ayahku ada berbuat apa dengan mu?”
Ravindra tertawa kecil, “Bodoh, Ayah menyeruhku untuk menjaga mu.”
“Benarkah?” Oriella tidak percaya, akan tetapi panggilan Ravindra masih belum berubah, dan itu artinya memang tidak terjadi apa-apa tadi.
Dia akhirnya bisa tenang, “Yang penting kalian tidak apa-apa. Aku sangat takut jika kalian berkelahi di dalam tadi.”
Dia masih ingat kejadian beberapa tahun yang lalu, Ayah, tanpa mengatakan sepatah kata pun, langsung memukuli Abang Hansel, dan dia juga tidak dapat membalas ayahku balik.
Waktu itu, dia sungguh sakit hati melihatnya.
Melihat hubungan dua anak ini sungguh baik, Ariella juga ikut bahagia, ia berkata, “Kalian berdua pergilah dan kerjakan hal kalian, aku akan pergi menuangkan teh untuk ayahmu.”
Oriella berkata, “Terima kasih ibu.”
Ariella tersenyum, “Pergilah.”
Melihat mereka berdua pergi, Ariella kemudian membuka pintu ruang baca, Carlson tidak ada di depan meja baca, akan tetapi ia berada di depan jendela, melihat keluar seakan-akan sedang memikirkan sesuatu.
Ariella menaruh gelas the di atas meja, lalu berjalan ke arah Carlson, dengan pelan memegang tangannya, “Carlson, ada apa? Apa kamu masih merasa tidak puas dengan calon menantu mu?”
“Bukan.” Carlson menundukkan kepala, tatapannya jatuh ke wajah Ariella yang putih mulus, “Ariella, Sebastian sudah kembali ke Pasirbumi.”
“Apa? Sebastian sudah kembali? Benarkah?” beberapa pertanyaan yang dilontarkan Ariella mengartikan bahwa beberapa tahun ini ia masih peduli terhadap anaknya.
Carlson kemudian berkata, “Dia kemarin siang sampai Pasirbumi, sekarang ia tinggal di Hotel Cemara, dia juga membawa seorang perempuan.”
“Seorang perempuan? Apakah itu artinya ia telah melupakan semuanya dan telah siap untuk menghadapi kita?”, Ariella sungguh senang hingga ia memegang erat tangan Carlson, “Carlson, dia mungkin tahu jika ibunya akhir-akhir sakit tak berdaya memikirkannya, ayo kita pergi jemput dia.”
Melihat Ariella begitu bahagia, Carlson lalu memeluknya dengan erat, “Aku tahu kamu mengkhawatirkannya, tapi kita tidak bisa pergi menjumputnya.”
Ariella tidak mengerti, “Dia sudah pulang ke Pasirbumi, kenapa kita tidak boleh pergi menjemputnya?”
Carlson berkata, “kamu juga sudah bilang kalau dia sudah pulang ke Pasirbumi. Dia sudah pulang, tapi dia masih saja belum bersedia pulang ke rumah, itu artinya dia belum melupakan semuanya.”
Ariella tiba-tiba menjadi tidak bersemangat, “oh.”
Anak itu adalah anak berharga dalam keluarga itu, jika dia tidak ada, maka seperti ada yang hilang, tidak sempurna, tapi keluarganya juga tidak dapat memaksanya.
Semua orang sedang menunggunya, menunggu hingga dia berpikir jernih, menunggu sampai dia pulang ke rumah ini.
Tidak peduli kapan, asalkan dia pulang, pintu rumah ini selalu terbuka untuknya.
Carlson dengan pelan menepuk pundaknya, tanpa mengeluarkan suara apapun ia menghiburnya.
……
Oriella menarik Ravindra, “Abang Hansel, tadi ayah bilang apa pada mu?”
“dia menyuruhku untuk menjaga mu dengan baik.” Melihat Oriella, dia langsung mengecup bibirnya, “Riella, masih ada 3 hari, tinggal 3 hari.”
Setelah menunggu selama beberapa tahun, akhirnya ia bisa menikahi perempuan ini, menjadi pendampingnya yang akan menjaganya selamanya,
Oriella seperti ingin mengatakan sesuatu, “Abang Hansel….”
Ravindra dengan cemas berkata, “Riella, ada apa?”
Oriella lalu memeluknya dengan erat dan berkata, “Aku selalu tahu bahwa aku akan menikah dengan mu, tapi tidak tahu mengapa, semakin dekat hari pernikahan kita, aku merasa sangat takut.”
Ravindra mencium keningnya, mengarahkan kepalanya ke arahnya, “Riella, jangan takut, ada aku disini.”
“Aku juga tahu ada kamu.” Jika tidak ada dia, dia sudah pasti akan menjadi lebih takut. Tetapi, jika tidak ada dia, dia juga tidak akan menikah.
Oriella berpikir kalau akhir-akhir ini dia sungguh aneh, dari pagi hingga malam tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan.
Kondisi Oriella akhir-akhirnya sungguh mengkhawatirkan, Ravindra pikir itu mungkin karenan ketakutan karena hari pernikahan semakin dekat, ketakutan ini jika tidak diatasi, maka akan semakin parah nantinya.
Dia lalu memeluknya, “Ayo kita pergi ke suatu tempat.”
Oriella bertanya, “Kemana?”
Ravindra menjawab, “Jangan tanya, kamu akan tahu jika sudah sampai.”
Oriella lalu menariknya, “Abang Hansel, maafkan aku!”
Ravindra lalu menaikkan bulu matanya, “mengapa bicara seperti itu?”
Oriella menarik napas panjang, “beberapa hari ini aku selalu memikirkan seseorang, aku sering bertanya-tanya dimana dia? Apakah dia baik-baik saja?”
Ravindra tahu siapa yang dia maksud, dan itu adalah kakak kandungnya yang kabur dari rumah tiga tahun yang lalu, Sebastian.
Tiga tahun lalu, setelah kakaknya pergi begitu saja, Oriella tidak pernah sekali pun membahas tentangnya, tapi itu bukan berarti dia tidak peduli dengannya lagi.
Justru sebaliknya, ia adalah orang yang paling merindukannya, paling khawatir dengannya… Akan tetapi, dia tidak ingin mengatakannya, dia juga khawatir keluarganya akan mencemaskannya.
Oriella berkata, “Aku juga ingin dia menghadiri pernikahan ku, dan aku benar-benar ingin dia memberkatiku, tetapi aku juga ingin melihatnya menemukan kebahagiaannya sendiri. Tetapi selama bertahun-tahun, dia berjalan bersih, tidak ada berita tentangnya sama sekali. Aku juga tidak tahu apakah dia masih hidup. ”
Ravindra menghibur: “Tentu saja, dia pasti hidup.”
Oriella tidak ingin menangis, tetapi tidak bisa menahan air mata: “Abang Hansel, aku minta maaf! Aku tahu aku seharusnya tidak memikirkan orang lain setiap hari sebelum pernikahan, tapi aku tidak bisa tidak memikirkannya. Semakin dekat hari pernikahan adalah, Semakin aku merindukannya. ”
“Aku memikirkan semua yang telah dia lakukan pada ku di masa lalu. Dia sangat baik kepada ku. Tidak peduli apa pun permintaan yang ku buat, tidak peduli seberapa tidak masuk akal permintaan ku, dia akan melakukan yang terbaik untuk membantu ku. Tapi aku selalu menganggap kebaikannya bagiku sebagai motif tersembunyi. “
Di luar ruang baca.
Oriella menguping di depan pintu, ia sangat ingin tau apa yang dibicarakan mereka, tetapi dinding ruang baca terlalu tebal, dia tidak dapat mendengarkan apapun.
Dia sudang sangat cemas sekali, pas sekali Ariella melihatnya ketika ia sedang mengambil air minum, Ariella menggelengkan kepala, “Riella, apa uang sedang kamu lakukan?”
Setelah dipergoki tengah menguping, Oriella merasa sedikit tidak enak, tertawa dengan canggung, “Ibu, ayah sedang mengajak Abang Hansel berbicara, aku ingin bertanya ke mereka apakah ada yang mereka butuhkan?”
Apa yang tengah direncanakan oleh anak ini, Ariellasama sekali tidak mengerti, dia kemudian memberi gelas air yang dipegangnya kepada Oriella, “Nah, pas sekali, kamu kasih gelas ini kepada ayah mu, dan sekalian bilang padanya, kalau aku tengah mencarinya.”
Oriella dengan bahagianya berkata, “Ibu, kamu memang yang terbaik!”
Ariella menepuk-nepuk bahunya, “Jika aku tidak baik padamu, maka aku akan baik kepada siapa lagi. Masuklah, kalau tidak Abang Hansel mu akan dimakan ayahmu.”
Tapi pada saat ini, pintu ruangan tersebut terbuka, Ravindra melihat calon ibu mertuanya dan Oriella, “Kalian… mencemaskan ku?”
Oriella lalu mengembalikkan gelasnya kepada Ariella, menarik Ravindra kemudian melihat-lihat seperti memeriksa, “Abang Hansel, apakah ayahku ada berbuat apa dengan mu?”
Ravindra tertawa kecil, “Bodoh, Ayah menyeruhku untuk menjaga mu.”
“Benarkah?” Oriella tidak percaya, akan tetapi panggilan Ravindra masih belum berubah, dan itu artinya memang tidak terjadi apa-apa tadi.
Dia akhirnya bisa tenang, “Yang penting kalian tidak apa-apa. Aku sangat takut jika kalian berkelahi di dalam tadi.”
Dia masih ingat kejadian beberapa tahun yang lalu, Ayah, tanpa mengatakan sepatah kata pun, langsung memukuli Abang Hansel, dan dia juga tidak dapat membalas ayahku balik.
Waktu itu, dia sungguh sakit hati melihatnya.
Melihat hubungan dua anak ini sungguh baik, Ariella juga ikut bahagia, ia berkata, “Kalian berdua pergilah dan kerjakan hal kalian, aku akan pergi menuangkan teh untuk ayahmu.”
Oriella berkata, “Terima kasih ibu.”
Ariella tersenyum, “Pergilah.”
Melihat mereka berdua pergi, Ariella kemudian membuka pintu ruang baca, Carlson tidak ada di depan meja baca, akan tetapi ia berada di depan jendela, melihat keluar seakan-akan sedang memikirkan sesuatu.
Ariella menaruh gelas the di atas meja, lalu berjalan ke arah Carlson, dengan pelan memegang tangannya, “Carlson, ada apa? Apa kamu masih merasa tidak puas dengan calon menantu mu?”
“Bukan.” Carlson menundukkan kepala, tatapannya jatuh ke wajah Ariella yang putih mulus, “Ariella, Sebastian sudah kembali ke Pasirbumi.”
“Apa? Sebastian sudah kembali? Benarkah?” beberapa pertanyaan yang dilontarkan Ariella mengartikan bahwa beberapa tahun ini ia masih peduli terhadap anaknya.
Carlson kemudian berkata, “Dia kemarin siang sampai Pasirbumi, sekarang ia tinggal di Hotel Cemara, dia juga membawa seorang perempuan.”
“Seorang perempuan? Apakah itu artinya ia telah melupakan semuanya dan telah siap untuk menghadapi kita?”, Ariella sungguh senang hingga ia memegang erat tangan Carlson, “Carlson, dia mungkin tahu jika ibunya akhir-akhir sakit tak berdaya memikirkannya, ayo kita pergi jemput dia.”
Melihat Ariella begitu bahagia, Carlson lalu memeluknya dengan erat, “Aku tahu kamu mengkhawatirkannya, tapi kita tidak bisa pergi menjumputnya.”
Ariella tidak mengerti, “Dia sudah pulang ke Pasirbumi, kenapa kita tidak boleh pergi menjemputnya?”
Carlson berkata, “kamu juga sudah bilang kalau dia sudah pulang ke Pasirbumi. Dia sudah pulang, tapi dia masih saja belum bersedia pulang ke rumah, itu artinya dia belum melupakan semuanya.”
Ariella tiba-tiba menjadi tidak bersemangat, “oh.”
Anak itu adalah anak berharga dalam keluarga itu, jika dia tidak ada, maka seperti ada yang hilang, tidak sempurna, tapi keluarganya juga tidak dapat memaksanya.
Semua orang sedang menunggunya, menunggu hingga dia berpikir jernih, menunggu sampai dia pulang ke rumah ini.
Tidak peduli kapan, asalkan dia pulang, pintu rumah ini selalu terbuka untuknya.
Carlson dengan pelan menepuk pundaknya, tanpa mengeluarkan suara apapun ia menghiburnya.
……
Oriella menarik Ravindra, “Abang Hansel, tadi ayah bilang apa pada mu?”
“dia menyuruhku untuk menjaga mu dengan baik.” Melihat Oriella, dia langsung mengecup bibirnya, “Riella, masih ada 3 hari, tinggal 3 hari.”
Setelah menunggu selama beberapa tahun, akhirnya ia bisa menikahi perempuan ini, menjadi pendampingnya yang akan menjaganya selamanya,
Oriella seperti ingin mengatakan sesuatu, “Abang Hansel….”
Ravindra dengan cemas berkata, “Riella, ada apa?”
Oriella lalu memeluknya dengan erat dan berkata, “Aku selalu tahu bahwa aku akan menikah dengan mu, tapi tidak tahu mengapa, semakin dekat hari pernikahan kita, aku merasa sangat takut.”
Ravindra mencium keningnya, mengarahkan kepalanya ke arahnya, “Riella, jangan takut, ada aku disini.”
“Aku juga tahu ada kamu.” Jika tidak ada dia, dia sudah pasti akan menjadi lebih takut. Tetapi, jika tidak ada dia, dia juga tidak akan menikah.
Oriella berpikir kalau akhir-akhir ini dia sungguh aneh, dari pagi hingga malam tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan.
Kondisi Oriella akhir-akhirnya sungguh mengkhawatirkan, Ravindra pikir itu mungkin karenan ketakutan karena hari pernikahan semakin dekat, ketakutan ini jika tidak diatasi, maka akan semakin parah nantinya.
Dia lalu memeluknya, “Ayo kita pergi ke suatu tempat.”
Oriella bertanya, “Kemana?”
Ravindra menjawab, “Jangan tanya, kamu akan tahu jika sudah sampai.”
Oriella lalu menariknya, “Abang Hansel, maafkan aku!”
Ravindra lalu menaikkan bulu matanya, “mengapa bicara seperti itu?”
Oriella menarik napas panjang, “beberapa hari ini aku selalu memikirkan seseorang, aku sering bertanya-tanya dimana dia? Apakah dia baik-baik saja?”
Ravindra tahu siapa yang dia maksud, dan itu adalah kakak kandungnya yang kabur dari rumah tiga tahun yang lalu, Sebastian.
Tiga tahun lalu, setelah kakaknya pergi begitu saja, Oriella tidak pernah sekali pun membahas tentangnya, tapi itu bukan berarti dia tidak peduli dengannya lagi.
Justru sebaliknya, ia adalah orang yang paling merindukannya, paling khawatir dengannya… Akan tetapi, dia tidak ingin mengatakannya, dia juga khawatir keluarganya akan mencemaskannya.
Oriella berkata, “Aku juga ingin dia menghadiri pernikahan ku, dan aku benar-benar ingin dia memberkatiku, tetapi aku juga ingin melihatnya menemukan kebahagiaannya sendiri. Tetapi selama bertahun-tahun, dia berjalan bersih, tidak ada berita tentangnya sama sekali. Aku juga tidak tahu apakah dia masih hidup. ”
Ravindra menghibur: “Tentu saja, dia pasti hidup.”
Oriella tidak ingin menangis, tetapi tidak bisa menahan air mata: “Abang Hansel, aku minta maaf! Aku tahu aku seharusnya tidak memikirkan orang lain setiap hari sebelum pernikahan, tapi aku tidak bisa tidak memikirkannya. Semakin dekat hari pernikahan adalah, Semakin aku merindukannya. ”
“Aku memikirkan semua yang telah dia lakukan pada ku di masa lalu. Dia sangat baik kepada ku. Tidak peduli apa pun permintaan yang ku buat, tidak peduli seberapa tidak masuk akal permintaan ku, dia akan melakukan yang terbaik untuk membantu ku. Tapi aku selalu menganggap kebaikannya bagiku sebagai motif tersembunyi. “
Bình luận facebook